Twitter

Jumat, 12 Oktober 2012

Putri Tosca

Semu,
Tak pernah bisa sama persis.
Tapi bayangannya selalu mendesis.

Untuk dia yang berwarna hijau dan bergores merah,
Untuk Putri Mawar yang berdiam di tiap sudut segala arah.

Selasa, 09 Oktober 2012

Karena Kapal Karam Harus Diderek Kembali ke Dermaga

"Ibarat kapal, aku sempat terisi, ternahkoda-i, tapi langsung hilang begitu saja." ujar Luqman, salah satu sohib karibku malam ini yang sedang mengumpamakan dua kehidupan individu yang berbeda, dengan ilustrasi sebuah kapal.
"Dan ibarat kapal, aku adalah Titanic, yang terisi penuh, megah, mewah, tapi menubruk es, hancur, karam, musnah tenggelam di lautan." timpalku dengan wajah menyamakan Leonardo Dicaprio.

Malam ini aku kembali 'bermasturbasi' dengan pikiranku sendiri. Bermonolog. Berbicara dengan langit dan bulan di kala petang, menikmati kesuntukan dan kejenuhan yang ada di pikiranku. Kalau biasanya aku habiskan dengan mendengarkan lagu dan sebatang kawan asap, kali ini aku alihkan pikiranku ke arah buntu yang produktif. Yaitu menulis puisi. Dan hasilnya adalah empat puisi yang sudah aku posting barusan. Semuanya adalah karya yang lahir begitu saja di balkon kos-kosan dengan tinta dan lembar binder catetan kuliah yang aku secara gak sengaja aku jadikan korban coret-menyoret diksi malam ini.

Tapi tak lama setelah aku menyelesaikan keempat puisi itu, Luqman menghampiriku. Ia menanyakan, dan lebih tepatnya khawatir sama kondisiku yang akhir-akhir ini emang lebih kelihatan kayak korban bencana alam gak niat kuliah daripada akademisi yang aktif dan berprestasi. Aku luapkan aja semua yang aku rasain, mulai dari suntuk, buntu, jenuh karena kebanyakan kegiatan, dan lain sebagainya, sampai dia juga membalas meluapkan sesuatu. "Oke, sek yo, ngeseng disek." katanya sembari melengos pergi ke kamar mandi.

Tak lama setelahnya, ia kembali, dan kami pun kembali terlibat dalam pembicaraan absurd bin sliut sliut.

Sebenarnya, inti dari pembicaraan ini adalah curhat dan saling bertukar pikiran saja satu sama lain. Luqman menceritakan kondisi pribadinya ke aku, dan aku pun demikian. Tapi yang paling aku ingat adalah pembicaraan tentang pengandaian kapal, aku, dan dia dalam lautan arus kehidupan.

Jika ia seperti kapal yang aku sebutkan di atas, maka aku juga, seperti Titanic, seperti yang aku sebut di atas juga.
Tapi aku sekarang tahu, jika aku seperti demikian, maka yang perlu aku lakukan agar 'kapal'ku yang karam bisa berlayar kembali di lautan luas adalah mengembalikannya ke daratan, memperbaiki, dan menambahi muatannya dengan barang-barang yang diperlukan, baru setelahnya melanjutkan ekspedisi ke seluruh isi dunia.

Yang jadi persoalan sekarang, semua yang di atas adalah tak lebih sekedar sebuah abstraksi.
Lantas, bagaimana perwujudan dan eksekusi yang harus aku lakukan?
Nah, itu dia yang harus aku temukan sendiri.
Aku sadar malam ini, dan harusnya sadar dari dulu jauh-jauh hari. Bahwa tidak ada seorang pun kecuali diri sendiri yang bisa menolong diri sendiri.

Memang kadang itu semua tak semudah bagaimana aku mengatakan atau menuliskannya. Tapi dengan membuat semuanya terbiasa, dan menjalaninya dengan biasa, who knows?

I'll fix my ship, and go back to a voyage that I've been delayed. Soon, after I finish with all.

Thanks, Man.

Jemari Berbisik



Pernahkah kau mencoba, menolak tuk menulis?
Pernahkah kau mencoba, melawan dalam tangis?
Pernahkah kau berhenti, ketika mimpi tak lagi nyata?
Pernahkah kau berpikir, bagaimana jika hidup sudah tak lagi lama?

Memang, tak ada yang perlu dijelaskan dalam ketimpangan ini,
retoris, cukuplah kaki yang melangkah dan tangan yang menunjuk arah,
bekalilah dengan pena, senjatai dengan retorika,
meski kadang tak mengena, namun kuasai dengan logika,
karena seluk beluk dalam cinta, tak seorang pun bisa berliku-lika,
karena sepotong kalimat yang tersedak, membuat canggung, dan pikiran menjadi tak peka.

Luapkanlah, agar bisik yang terangkai, tak menjadi sekedar kata-kata.


Surabaya, 9 Oktober 2012

Petang Dirundung Gelap


Silau! Aku berseru dalam karung.
Ku diamkan ruang ini menguraiku.
Seakan aku menggila dan tak tahu bertempurung.
Berkasnya tak terbendung, menghujatku dalam beku.

Petang beralaskan bumi,
terkesiap dalam beberapa helai yang ku maklumi.
Gelap merundungi lelap,
terbelalak dalam beberapa waktu yang ku lalap.

Bukan aku hebat menahan kedinginan,
atau aku kuat menjalani kesendirian,
kadang ada penjuru, yang menyebut kesepian,
kadang ada celah, yang merasuki kesunyian.

Tak salah langit menampakkan megah.
Tak salah rumput menapaki tajam.
Hanya sebatang kara yang menjuntai nan gagah.
Tapi peka, membuatku lemah dan terus menghujam,
hitam, tolong hentikan,
sesak ini terus serasa dirajam.


Surabaya, 9 Oktober 2012

Equilibrium


Imbang, tapi tergoyah.
Netral, tapi berpihak.
Tengah, tapi terpinggirkan.

Ada sesuatu yang tak mampu dipahami,
sedalam-dalamnya manusia itu menyelami,
walau kadang terlihat cukup dan mumpuni.

Di ketinggian itu, jangan sok untuk menegak.
Di kediaman itu, jangan sok untuk mendekat.
Di kebimbangan itu, jangan sok untuk mengelak.

Separuh pengertian yang dipenuhi asumsi,
takkan terlalu hebat mempengaruhi persepsi,
jikalau merasa pandai berintuisi,
percayalah, satu hal, akan membuat diam seakan tak berisi.

Lucunya, sistemasi ini.


Surabaya, 9 Oktober 2012

Foto: Kelabu Sembilu


Location Cuban Rais, Secret ground, BSK
Date Taken 06/10/2012 17:29
Camera Canon EOS 650D
F-stop f/8
Exposure Time 1/250 sec.
ISO 3200
Focal Length 42mm


Foto: Kuning Merumput



Location Cuban Rais, Lower ground, BSK
Date Taken 04/10/2012 05:30
Camera Canon EOS 650D
F-stop f/5.6
Exposure Time 1/640 sec.
ISO 100
Focal Length 55mm

Foto: Dirgantara



Location Cuban Rais, Lower ground, BSK
Date Taken 04/10/2012 05:04
Camera Canon EOS 650D
F-stop f/3.5
Exposure Time 1/30 sec.
ISO 100
Focal Length 18mm

Hello, Nice to Meet You (again)

Halo, para pelayar Kertas Bercerita.
Nice to meet you, again.

Sebulan sudah, aku nggak ngeposting apa-apa di blog ini.
Well, banyak yang pengen aku share dan aku ceritain, tapi aku sendiri gatau harus mulai dari mana.

Aku udah ngelewatin banyak momen dan acara, banyak yang aku ikutin, dan ada juga yang aku tinggalin.

Commersale 2 sebagai koordinator dekorasi, HUT Sinematografi ke-10 sebagai koordinator perlengkapan, Baur Sedhalu Komunikasi sebagai anggota keamanan dan perizinan, PUKM Sinema 2012 sebagai ketua... dan aku pernah njalanin ke-empat-empatnya berbarengan.

Okay, mungkin kelihatannya nggak seberapa beban dan aku aja yang berlebihan mikirinnya, tapi kalo aku sendiri yang ngerasain ya mau gimana-gimana pikiranku cuman ngerasain satu hal: JENUH.

Oh iya, aku juga sempat bekerja sebagai content writer di KusukaNetwork, divisi KusukaGadget, tapi sayang hanya bertahan 2 bulan dan aku berhenti karena tidak bisa lagi mengikuti ritme kerja yang dituntut cepat, tepat, dan sempurna. Aku juga kebanyakan kegiatan dan tugas kuliah, sih.
Tapi setidaknya aku beruntung, andai aku masih kerja, pasti aku bakal lebih stress dan bisa-bisa makan indomie mentah sekarung saking depresinya. Cuman ya gitu, aku masih tetep aja ngerasa jenuh, dan pengen bisa rehat sebentar dari kesibukan.

Pengen rasanya aku lari ke gunung, dan sebagian dari ini uda kesampaian di BSK yang terlaksana di Cuban Rais, Batu. Aku sempat motret bukit dan sekitarnya yang tempatnya sedikit jauh dari camp, dan di situ kedengeran suara air terjun yang bikin hati adem ayem. Sayangnya waktu balik ke camp aku malah roboh dan sempat kumat pusing berlebihannya.
Well, ntar habis ini aku posting dah foto di bukit itu yang paling bagus. Sekalian, aku juga pengen ngeshare puisi yang gak sengaja aku bikin pake ketikan di hape doang, dan aku selesaikan di mobilnya temenku Camad, Rabu malam, tepat pas on the way ke Cuban Rais, jadi pioneer dadakan.

Sekarang tanggunganku cuman satu sih. Screening film PUKM tanggal 13 Oktober 2012 di Propadause. Tapi gatau kenapa, mungkin karena kejenuhan yang aku rasain udah terakumulasi dalam pikiran, jadinya masih kerasa beban, beban, dan beban.

Untuk sementara ini, aku lagi gak pengen mikir banyak-banyak. Tapi karena udah kadung jadi tanggung jawab, ya mau gimana lagi, jalani ajalah dulu.

Buat yang gak sengaja baca, sorry ya, kalo tulisanku malah bikin yang baca juga tambah mbeban.

Semangat ae lah,

Salam,
Nahkoda kapal senja.

Senja


Di batas sepi ini tubuhku berdiri,
menyendiri,
dari tiap sisi ramai yang ku jumpai..

Ku merenung, seorang diri.
Merengkuh tiap asa yang terlintas dalam benak,
berteman sebatang garis putih yang melunak,
dengan pedih, ku hempaskan asap yang bergejolak..

Senja,
kau menjadi teman di kala ku buta,
selain petang yang menghantarkanku dalam bara,
ku tiupkan kepulan itu ke arah langit,
melintasi batas fatamorgana kehidupan..

Diksi yang tertulis hanyalah saksi,
kala senja berhimpit dan memucat pasi,
kembali ku sembunyi dalam gelap,
merunduk, terhempas, tertunduk dan tak siap,
kembali ke ujung senja, tanpa sayap..


Surabaya, 9 Oktober 2012