Memang, MOS selalu identik dengan barang dan hal-hal yang tidak biasa, unik, bahkan kelewat aneh. Seperti disuruh membuat tas dari kardus berbentuk layang-layang dengan ketentuan ukuran tertentu, topi capil dari kardus dengan tambahan krempyeng di sekelilingnya, membawa telur bebek tanpa isi, buku catatan dengan hiasan bunga kering di cover-nya, dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak biasa lainnya. Tapi menurutku justru itu yang membuat siswa berpikir kreatif, mempersiapkan mental ketika berada di situasi yang tertekan, dan melatih kesabaran serta menempa sistem manajerial otak.
Pra MOS itu ibarat makanan pembuka. Di sini siswa diberi tugas-tugas dan perkenalan dengan senior dan lingkungan SMA-nya. Saat MOS, barulah dilatih mental siswa di lapangan dengan beberapa agenda kegiatan yang tentunya sudah disetujui oleh pembina OSIS. Nah, pasca MOS adalah pamungkas ke-seluruh rangkaian kegiatan MOS yang harusnya sangat tidak boleh ditiadakan.
Di pasca MOS, siswa akan menginap di sekolah dan agenda kegiatan pun juga akan lebih 'seru' dan tentu saja menempa mental siswa dengan cara yang tidak seperti di pra MOS dan MOS. Di pasca MOS akan ada kegiatan malam dan olahraga pagi. Dan tentu saja acara seperti ini akan membentuk persahabatan antar siswa. Seperti yang saya baca di Jawa Pos pagi ini, bahwa dengan adanya MOS, kita akan menemukan 'teman' kita yang sebenarnya. Karena teman yang sebenarnya itu muncul di saat susah, bukan?
Sungguh disayangkan bila kegiatan MOS ini harus dicekal apalagi ditiadakan.
Oh iya, curcol sedikit, ini kebetulan ada fotoku waktu LDK dulu sama OSIS periode 09/10
Dengan pedenya, aku berdiri di depan, dihukum, karena tidak mengenakan seragam sesuai ketentuan. Dan As'ad, rekan OSIS-ku juga terlihat bengong ngelihat aku yang masih pede aja sama badan kerempengku yang mata siapa saja bisa dengan leluasa menikmatinya, halah.
Lalu apa hubungannya MOS dengan foto LDK-ku?
Tidak ada.
Pembahasan selesai. Tamat.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar