Twitter

Minggu, 29 Juli 2012

Ramadhan di Surabaya: Kemarin dan Sekarang

Oh well, sudah beberapa hari aku nggak posting cerita lagi di blog. Entah, mungkin gara-gara males aja ke warnet buat posting cerita. Alhasil aku cuman posting desain-desain doang akhir-akhir ini, yang nggak perlu ngetik banyak-banyak dan cuma upload doang. Sebetulnya bisa aja sih aku ngetik di Word dulu terus aku publish di warnet, tapi di kosan pun ada aja kerjaanku, yaitu main PSP, nonton film di laptop, dan tidur.

Ramadhan di Surabaya, ngingetin aku sama cerita tahun kemarin saat aku pertama kali ngerasain kehidupan kos. Kalo mahasiswa rantau pada umumnya ke Surabaya pas mendekati hari masuk maba, aku nyolong start sebulan sebelumnya uda ngekos dulu, pengen membiasakan diri sama yang namanya hidup mandiri dan jauh dari orang tua. Dan hari-hari pertama, aku ngerasain gimana beratnya ngeluarin duit terus buat makan -_-

Sekarang, nggak kerasa aku uda setahun kuliah di Ilmu Komunikasi Unair :)
Banyak hal yang berubah dari aku

Dari sifatku, dari gayaku, dari caraku berbicara, dari caraku berpikir, dari caraku memandang sesuatu, dari caraku menilai peristiwa, semua banyak yang berubah.

Aku yang dulu 'keras' akan berpendapat, sekarang cenderung lebih 'melunak' dan menghargai perbedaan. Entah apakah ini bisa disebut lebih dewasa atau tidak, yang jelas aku sudah tidak seperti dulu lagi. Aku lebih pendiam. Tapi aku tetap seorang penyanyi profesional di kamar mandi dan seorang maestro dengkuran di kasur.

Entah, aku sudah banyak beradaptasi dengan lingkungan di sini dan teman-teman baruku. Dan nggak terasa, bentar lagi maba-maba bakalan berkeliaran di kampus Unair lagi. Dan tentu saja... OSPEK! Hahahaha

Well, untuk tahun ini, aku cuma berharap semoga Ramadhan tahun depan aku bisa bertemu diriku yang lebih baik lagi :)

Selasa, 24 Juli 2012

Desain Logo Commersale Day 2

Okay, ini adalah debut desain logo-ku yang kedua setelah logo CommCamp yang aku buat beberapa minggu yang lalu. Sebenarnya aku sudah beberapa kali juga bikin logo buat event/organisasi, tapi buat yang 'mantep' sih, ini yang kedua. :)

Ferris Wheel aku ambil dari gambar internet, terus ada gambar 'crown' dari sketsanya Kecenk, dan balon aku gambar pake paint. Semuanya disusun pake PhotoShop CS5.

Well, thanks to Tami selaku koordinator pubdok udah mempercayai aku buat bikin desain logonya. Semoga diterima sama temen-temen lainnya dah nih logo.

Dengan Menulis


Dengan menulis, aku membuat sesuatu.
Dengan menulis, aku memahami apa yang belum aku tahu.
Dengan menulis, aku membiarkan tanganku berbuat yang ia mau.
Dengan menulis, aku mengerti apa yang berubah dari waktu ke waktu.


Dengan menulis, aku melihat dunia dari segi yang berbeda.
Dengan menulis, aku merasakan indah dari seninya berkata-kata.

Dengan menulis, aku memikirkan apa yang aku tuliskan.
Dengan menulis, aku mengasah kejelian dari yang aku diamkan.
Dengan menulis, aku memperoleh keajaiban dari makna yang terpendam.

Dengan menulis, aku memperdalam kepribadian.
Dengan menulis, aku mendewasakan tutur dan perkataan.
Dengan menulis, aku mengetahui kekurangan dan kelebihan.
Dengan menulis, aku menyusun pecahan demi pecahan.
Dengan menulis, aku memperbaiki diri dan perasaan.

Berkat menulis, aku tahu apa yang aku butuhkan, bukan apa yang aku inginkan.
Berkat menulis, aku tahu apa yang harus aku lakukan, bukan apa yang harus aku katakan.
Berkat menulis, aku tahu apa yang perlu aku wujudkan, bukan apa yang perlu aku bayangkan.

Karena menulis, membuatku tahu semuanya.

Senin, 23 Juli 2012

Bulan Sabit

Bulan sabit.
Begitu aku menyebut malam ini yang penuh dengan pikiran yang menyelimuti angan.
Bahkan saat shalat tarawih pun pikiranku tidak bisa fokus dan terbang melayang kemana-mana.
Tuhan, aku kenapa?
Malam ini seperti biasa aku berjalan kaki menuju masjid untuk shalat tarawih. Sekilas aku menatap langit, dan aku saksikan sebentuk bulan sabit yang sempurna. Yang entah benar atau tidak, membawa suatu aura jingga dalam pikiranku.

Sebenarnya, seharian ini juga pikiranku random. Aku menjadi bukan aku yang biasanya. Aku tiba-tiba ingin kembali ke Surabaya. Tidak, bukan maksud apa-apa. Tapi aku memang ingin menyendiri. Menenangkan diri dan menyatukan kembali pikiran dengan raga. Mengkolaborasikan kembali jiwa dengan mata. Menyusun nyawa yang saat ini seperti terpecah belah.

Di satu sisi aku menginginkan sesuatu. Tapi di satu sisi aku menolaknya untuk berkeinginan seperti itu.
Di satu sisi aku memikirkan sesuatu. Tapi di satu sisi aku menepisnya untuk berpikir seperti itu.
Di satu sisi aku menahan sesuatu. Tapi di satu sisi aku menahannya untuk bertahan seperti itu.
Rumit.

Tapi aku masih cukup sadar untuk menyadarinya. Seberkas bias aku temukan dalam lamunan. Bias yang ingin aku pertemukan dengan kedua lensa mata ini. Untuk sekedar menikmati waktu dan menghabiskan masa dengan bias itu semalam.
Mungkinkah..?

Untuk saat ini, tidak.
Bias itu kini sedang diujung nyaman. Sedang aku baru akan sampai di tanah rawan.

Aku ingin kembali sejenak ke perantauan.
Entah kapan memberangkatkannya, atau terbesit kembali untuk memulangkannya.
Aku hanya ingin pergi. Mungkin besok, atau lusa.
Dan berharap membiaskan kembali apa yang ingin aku nikmati.

Semoga aku lekas menemukan jawaban, dari serpihan yang ku sebut hilang.

Selamat malam.

Iseng Bikin Desain buat Maba Komunikasi 2012

Buntu.
Tapi seenggak-enggaknya menghasilkan.

Gara-gara buntu di rumah habis tarawih, ini akhirnya kepikiran buat ikutan ndesain stiker dan pin buat maba komunikasi Unair 2012 nanti. Gak mau muluk-muluk konsepnya. Manfaatin foto terus di-workout aja, hahaha.

Monggo ditilik,

 Stiker

Pin
Narsis dikit sekali-sekali, hahahaha.

Minggu, 22 Juli 2012

COMMCAMP ON SEMPU Official Video Release


View on YouTube

Akhirnya, setelah dua hari penuh dengan kerja rodi sang laptop meng-upload video ini di YouTube.com. :')

Buat yang mau file'nya yang asli, siapin 5.5GB ya, hahaha

Sabtu, 21 Juli 2012

Sajak di Malam Ramadhan



Ayat suci berkumandang mengisi malam,
Menahbiskan khusyuk dengan harmoni bias alam.

Memori sisa-sisa kala itu, satu per satu aku sulam,
Menjadikan satu, dalam kebeningan biru kolam.

Ramadhan,
Rindu aku tenggelam dalam suasana sendu sedan,
Ketika air gersang mengaliri seluruh badan,
Tersisa aku, yang hanya diam menatap aral yang tak sepadan.

Sukmaku yang diam menikmati tadarus,
Batinku yang pasrah ditelan merdu yang menggerus,


Tak segan, kemudian hati berbisik kalimat yang terulang terus,

"Tuhan, aku ingin kembali ke jalan yang lurus."

Tuban, 21 Juli 2012

"Cari Ribut?"


View on YouTube

Iseng-iseng bikin di Sempu, pas lagi menyegarkan badan di Segoro Anakan.
Meskipun sekilas rada geje, tapi ide cerita sederhana ini sebenarnya punya makna implisit kok. Tinggal yang lihat aja, persepsi dan cara nangkep pesannya gimana. Hahaha :))
Enjoy, sob

Kamis, 19 Juli 2012

COMMCAMP ON SEMPU Official Poster


COMMCAMP ON SEMPU
is
COMMCAMP JILID SATU

"ketika harapan menikmati liburan telah redup, kekompakan dan kebersamaan diuji untuk bertahan hidup."
Sempu, 7-8 Juli 2012

Kerpus


Dibeli setahun kemarin untuk (rencananya) dipakai saat BSK. Dan resmi menjadi teman setia kepalaku pada bulan ini.

Aku mulai nyaman mengenakan kerpus ini sepulang dari Sempu tanggal 8 Juli kemarin. Padahal, tahun kemarin aku risih mengenakannya. Tapi mungkin ini juga gara-gara rambutku yang uda panjang dan mbulet sekarang, aku jadi nyaman pake kerpus ini tiap aku keluar.

Aku sendiri juga gak begitu suka rambutku yang gak teratur ini semburat kemana-mana kalo lagi di luar -_-
Jadi, aku akan mengenakan kerpus ini kemana pun aku pergi untuk menjadi teman kepalaku, sampai nanti setelah BSK (ospek jurusanku) aku bisa potong rambut dan jadi risih lagi pake kerpus gara-gara rambut pendek.

By the way, kenapa aku baru bisa potong rambut setelah ospek jurusanku selesai?

Nanti saja ceritanya aku tulis setelah tanggal 5, 6, dan 7 Oktober :]

Hahaha.

Welutan di Tuban: 3 Hari, 3 Lokasi, dan 3 Situasi


"Ora wong Tuban nek durung tau mangan welut Tuban."

Dari dulu, tiap aku nyempetin pulang ke Tuban, yang bikin kangen itu ya welutnya. Pedes, pedes, dan super pedes, adalah tiga kata yang bisa nggambarin tiga varian welut yang aku tahu di Tuban: Bagong, Jangkar, dan Cemplon.

Welut itu sendiri adalah masakan olahan belut khas Tuban yang diracik dengan rempah-rempah dan bumbu pedas dengan rasa yang khas di tiap penjual yang berbeda. Bagong, adalah welut yang pedasnya nomor tiga. Nomor dua adalah Jangkar. Dan jawara pedasnya adalah Cemplon. Penilaian ini subyektif dari aku sendiri, kalau ada orang Tuban lainnya yang gak sependapat ya memang lidah gak bisa sama. Lagian, masih ada beberapa penjual welut lagi di Tuban yang aku belum tahu di mana dan bagaimana rasa welutnya. Buat yang lebih tahu mengenai urusan welut-welutan di Tuban, bagi infonya yaa ~

Cerita tentang 'Welutan di Tuban: 3 Hari, 3 Lokasi, 3 Situasi', adalah ceritaku tentang tiga hari berturut-turut makan siang dengan welut di tiga lokasi yang berbeda, dengan situasi yang berbeda pula.

---

Hari Selasa, 17 Juli 2012.
Lokasi Warung Welut Bagong
Situasi Ditemani Tia, mantanku saat masih kelas XII SMA

Setelah sekian lama tidak makan Welut Bagong, akhirnya hari ini aku makan juga. Diantara ketiga welut yang aku ceritakan di atas, Welut Bagong adalah yang paling ngangenin karena rasanya yang paling gurih dan paling enak, sayang harganya mahal. -_-

Aku menghabiskan 15.000 Rupiah untuk satu porsi Welut Bagong dengan satu bungkus nasi jagung dan segelas es dengan minuman bersoda. Estimasiku, Welut Bagong ini harganya 10.000 Rupiah, nasi jagungnya 1.000 Rupiah, dan es-nya 4.000 Rupiah.

Mahal?

POL, JEDUG

Tapi setidaknya rasa Welut Bagong ini sesuailah sama harganya yang mahal itu.

Aku baru saja pulang dari melayat di rumah temanku yang dulu juga OSIS, Ahmad Dimasqi. Selasa pagi mendadak ada kabar Ayahnya meninggal. Dan aku, yang Senin malam sudah janjian dengan Tia untuk beli Welut Bagong pada Selasa jam 10 pagi pun harus menunda janji ini dulu.

Setibanya di rumah Dimas, aku kembali merasakan atmosfir kehilangan dari salah satu dari kedua orang tua. Dulu, ketika aku melayat ke rumah Luqman, sohibku yang di Surabaya, aku merasakan bagaimana rasanya kehilangan seorang Ibu. Dan sekarang, aku merasakan bagaimana rasanya kehilangan seorang Ayah. Aku hanya bisa menyemangati Dimas. Tapi setidaknya, Dimas telah menunjukkan kepada Ayahnya bahwa dia mampu menembus pendaftaran Holcim dan saat ini dia sedang bersiap untuk menjalani pendidikan Holcim di Jawa Barat nanti. Aku tidak ikut ke pemakaman Ayahnya. Karena pemakaman Ayahnya, katanya menunggu adiknya yang dari Malang dulu sampai tiba di rumah Tuban. Apalagi banyak dari rombongan Manos juga pada pamitan pulang. Maka dari itu, akhirnya pukul 12.00 aku memutuskan untuk beranjak dari rumahnya Dimas.

Melihat jam sudah siang, aku ragu apakah masih sempat membeli Welut Bagong atau tidak. Masalahnya, Welut Bagong ini biasanya habis kalau sudah siang. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, karena aku juga sudah di kota, akhirnya aku putuskan untuk tetap membeli Welut Bagong. Dan syukurlah, sesampainya di Warung Welut Bagong aku dan Tia tidak kehabisan welut. Akhirnya kami makan di sana, dan aku bungkuskan satu untuk Ibuku di rumah.

---


Hari Rabu, 18 Juli 2012.
Lokasi Warung Welut Jangkar
Situasi Bersama dua dari empat sekawan: Simbah dan Mencret, minus si Sapi

Welut Jangkar adalah welut yang paling jarang aku makan. Dari SMA dulu, kalau mau welutan, ya kalau nggak Bagong ya Cemplon. Tapi rasanya juga enak kok welut ini. Nggak se-garing dan se-gurih Bagong, tapi tetep pedesnya mantap dan rasa rempah-rempahnya juga kerasa. Lagipula, alasan aku jarang makan Welut Jangkar ini juga gara-gara warungnya berada tepat di belakang Welut Bagong. Jadi kalau aku sempat beli welut, ya pasti aku belinya Welut Bagong sekalian. Harganya sama-sama mahal, sih -_-

Aku menghabiskan 16.000 Rupiah untuk satu porsi Welut Jangkar, dua bungkus nasi jagung, dan segelas es minuman bersoda. Dan sama dengan Welut Bagong, estimasiku Welut Jangkar ini harganya 10.000 Rupiah, dua bungkus nasi jagung 2.000 Rupiah, dan segelas es minuman bersoda 4.000 Rupiah.

Sama mahalnya dengan Welut Bagong -_-
Tapi setidaknya porsi welutnya yang besar dan banyak, sesuai lah dengan harganya itu.

Selasa sore HP-ku berbunyi, ternyata ada pesan dari Simbah. "Sesok nyemplon* jam 8:32" (*nyemplon = istilah untuk makan Welut Cemplon) Aku pun mengiyakan ajakan Simbah itu. Karena aku juga kangen sama pedesnya Welut Cemplon.

Rabu pagi, aku disuruh kakakku melegalisirkan ijasah SMA-nya. Aku pun mengirim pesan ke Simbah kalau aku mau ke SMA Negeri 1 Tuban dulu. Dan dia bilang kalau sudah selesai urusan di SMA langsung ke rumah Mencret saja. Perkiraanku sih bakalan ngantri lama ini kalau mau legalisir soalnya kelas XII periode 2011/2012 kan baru lulus. Tapi Simbah optimis kalau aku nggak akan lama-lama di SMA. Dan benar saja, hari ini SMA Negeri 1 Tuban lagi ada outbond untuk kelas X. Aku langsung menuju ruang Tata Usaha, dan di situ tidak ada siswa baru lulus yang mengantri untuk legalisir. Ngantri sih, enggak. Tapi fotokopian ijasah SMA mbakku yang ditolak. Gara-gara nggak membawa ijasah aslinya sih. Dan setelah aku telepon kakakku, ternyata ijasah aslinya malah ada di Blitar -_-

Akhirnya legalisir gagal, aku langsung menuju rumah Mencret, dan ternyata si Mencret lagi nyuci baju sama Ibunya. Biasanya, kalau Empat Sekawan mau ngadain acara dan ngumpulnya di rumahnya Mencret, kami nggak ngasih tahu si Mencret dan langsung main ngumpul aja. Karena itu aku pikir Mencret belum tahu tentang rencana nyemplon hari ini. Tapi ternyata si Mencret sudah diberitahu Simbah. Dan nggak sampai 15 menit aku di rumah Mencret, Simbah datang. Namun sayang sekali hari ini Empat Sekawan nggak bisa formasi lengkap. Sapi masih di Surabaya, dan sepertinya dia lagi berjuang untuk menempuh semester pendek. Aku hanya bisa mendoakan dari sini, semoga semester pendeknya si Sapi sukses dan bisa ngumpul bareng berempat lagi.

Jadi, cerita sebenarnya, aku, Simbah, dan Mencret mau nyemplon hari ini. Tapi ketika jam menunjukkan pukul 09.45 dan kami sampai di Warung Welut Cemplon di Merakurak, ternyata warungnya masih tutup -_-
Kami pun memutar jalan, dan karena kemarin aku udah mbagong* (istilah untuk makan Welut Bagong) aku akhirnya menyarankan untuk makan di Warung Welut Jangkar saja.

Setibanya di Warung Welut Jangkar, kami makan, dan menghabiskan waktu hampir satu setengah jam untuk ngobrol-ngobrol tentang berbagai macam hal. Mulai dari kuliah masing-masing sampai membahas angkatan dari tiap jurusan kami sendiri. Namanya juga udah lama gak ketemu, kami ngobrol sepuasnya sampai mbak-mbak yang di Warung Welut Jangkar ngasih kode non-verbal berupa bersih-bersih meja kami dan ngelihatin kami terus yang lagi cekikikan dan meramaikan warung itu. Aku yang ngebaca bahasa non-verbal mbak itu, akhirnya ngajak Simbah dan Mencret untuk pulang.

Dan ketika kami bertiga tidak bersuara lagi, ternyata seisi warung itu hening. Hanya suara bibir orang-orang yang lagi ngecap-ngecap makan saja di situ. Bisa jadi, orang-orang di warung itu sedari tadi ndengerin obrolan dan suara berpolusi kami bertiga saja.

Oalah.

---


Hari Kamis, 19 Juli 2012.
Lokasi Warung Welut Cemplon
Situasi Sendiri

Ini dia. Jawara masakan welut pedas di Tuban. Kalau sebelumnya aku bercerita bahwa aku udah lama nggak mbagong, aku sendiri juga udah lama nggak nyemplon. Dan tepat hari ini juga aku baru nyadar, tiga hari berturut-turut aku makan siang dengan Welut melulu. Tapi kalau hari ini nggak nyemplon, aku juga gak bakal kepikiran buat nulisin ini di blog, dan nyempetin ngefoto Welut Cemplon ini sebelum aku makan. Hahaha.





Aku menghabiskan 10.000 Rupiah untuk satu porsi Welut Cemplon, sepiring nasi, dan segelas es minuman bersoda. Estimasiku, Welut Cemplon ini harganya 4.000 Rupiah, sepiring nasi 2.000 Rupiah, dan segelas es minuman bersoda-nya 4.000 Rupiah.

Diantara ketiga masakan welut yang aku tahu, Cemplon adalah yang paling pedas, dan paling murah. Karena harganya yang murah, porsinya pun sedikit. Tapi bumbunya, dijamin ciamik dan bikin lidah gak nahan pedesnya sampai perjalanan pulang dari Warung Welut Cemplon. Aku pesen sepiring nasi ini juga buat tombo pedes. Kalau pesen nasi di sini, pasti dikasih banyak, sepiring penuh. Sesuai lah sama pedes welutnya  yang butuh tombo pedes yang lebih.

Gak tahu kenapa, hari ini aku tiba-tiba pengen nyemplon sendiri. Semalam kemarin di Twitter, Bagus Awaluddin ngemensyen aku dan Kamali dan ngajakin nyemplon hari ini. Tapi setelah hari Kamis ini nggak ada kabar gimana lanjutan ajakannya, akhirnya aku putuskan buat berangkat nyemplon sendiri. Itung-itung muasin perut pake welut sebelum puasa. Karena pas puasa nanti gak mungkin lah makan welut yang rata-rata warungnya buka jam 10 pagi-1 siang. Kalau mbungkus pun, pedes welutnya yang gak nahan, bisa-bisa bikin sakit perut ntar. Karena perut selama bulan puasa kan cuman diisi pas maghrib sama sahur doang.

Sepulang dari Warung Welut Cemplon, aku nyempetin foto-foto pemandangan yang aku temui di jalan. Karena di Surabaya, aku nggak akan pernah menemui pemandangan seperti ini :)






Sesampainya aku di rumah, aku ditanyain ibu, "Ben dino kok welutan ae?" (tiap hari kok makan welut terus?)
dan aku cuman bisa njawab "Lagi pengen, hehe."


Rabu, 18 Juli 2012

Foto: Indah yang Terlupakan


Location Kenjeran
Date Taken 06/06/2012 06:18
Camera Canon EOS 7D
F-stop f/5.6
Exposure Time 1/80 sec.
ISO 100
Focal Length 75mm

Selasa, 17 Juli 2012

Prosa Tanpa Rasa

Benakku angkuh, menulis prosa tanpa rasa,
Tanganku rapuh, mengetik prosa yang tak biasa,
Jemariku merengkuh, menghitung prosa dalam asa.

Pikiranku jenuh,
Layaknya mempelajari reaksi asam basa...

Dalam sebuah garis kehidupan yang tak tergambar,
Akulah insan yang tersesat dalam dunia hambar,
Tuhan mungkin mendiamkanku agar aku mengerti apa itu sabar,
Tetapi hati dan prasangka tak mampu membendung hasratku yang berlembar-lembar,

Mungkinkah wajah ini memiliki kembar,
Atau aku saja yang tidak mampu menahan debar,
Sebab tiap detik intrik dalam pikiranku menyebar,
Melebar, mungkin itu sesaat sebelum ku teriakkan "Bubar!"

Prosa ini,
Biarlah perlahan tersungkur,
Sejalan raga dan suara,
Yang mulai mendengkur.

Senin, 16 Juli 2012

Karnaval, dan Ceritaku Tentang Karnaval Dari SMP Hingga SMA

Baru saja hari ini, Senin 16 Juli 2012, kota Tuban melangsungkan sebuah karnaval.



Karnaval di Tuban itu semacam pameran variasi adat dan budaya Indonesia (khususnya daerah Tuban) yang ditonjolkan secara visual, seperti yang terlihat dari foto di atas (diambil dari barisan tengah SMA Negeri 1 Tuban) dan pesertanya berjalan kira-kira sejauh 10 kilometer dari Alun-Alun Kota Tuban sampai Gedung Olahraga yang ada di daerah Patung. 

Well, acara akbar yang diadakan rutin tiap tahun sekali pada bulan pertengahan tahun ini diikuti oleh SMA, SMP, dan sederajat se-kota Tuban dengan tema-tema tertentu tiap sekolah.

Seperti biasa, karena karnaval diadakan sore, orang-orang yang mau menonton karnaval harus berangkat sedari siang. Biasanya jam 12 sampai jam 2 siang. Karena di atas jam segitu, jalanan sudah ramai dan sulit dilewati. Hari ini aku juga telah janjian sama teman-teman Manos (Mantan OSIS) untuk berkumpul di rumah Ayu sebelum bersama-sama menonton karnaval di jalan raya dekat rumahnya Ayu. Aku datang jam 2 siang, karena sebelumnya ngurusin trailer video COMMCAMP ON SEMPU dan makan dulu di rumah. Dan sesampainya di rumahnya Ayu, aku bertemu lagi dengan Tia, Cipenk, Ayu, Sandy, dan Mamat yang kemarin malam sudah bernostalgia sembari makan martabak dan terang bulan yang dibelikan Fredy. Sayangnya, Fredy nggak ikut nonton karnaval. Aku juga bertemu dengan Youngky, A'an, Shelma, Ipeh dan adiknya, serta dari Manos angkatan atas ada Mas Aldio dan Mas Bayu.

Kami pun berangkat nonton karnaval pukul 3 sore dan berjalan kaki melewati gang-gang sempit untuk sampai ke jalan Basuki Rahmat. Dan sesampainya di sana, jalanan sudah padat, penuh dengan orang-orang dari berbagai penjuru kota yang berkumpul untuk sekedar menonton kerabatnya yang ikut karnaval ataupun memang berniat menonton karnaval dari awal sampai akhir.

Selang beberapa menit, akhirnya muncul barisan pertama yang diawali oleh barisan Garuda dari SMK Pelayaran Tuban. Lalu disusul barisan kedua oleh SMP Negeri 1 Tuban.



Dulu, aku mengenyam pendidikan tingkat menengah di sini. Dan sayangnya aku nggak pernah ikut karnavalnya waktu itu gara-gara badanku yang tinggi dan kurus, maybe. Hahaha. Tahun ini SMPN1 ngambil tema Toeban Tempo Doeloe, dimana cewek-cowok barisan depannya berdandan ala pasukan jaman kompeni dengan sepeda tua-nya.



Dan tahun ini, SMPN1 nggak ngeluarin band buat karnaval. Nggak kayak jamanku dulu, dikit-dikit band, dikit-dikit band. Sampe pas karnaval suatu tahun aja pernah ngeluarin band-band doang buat andalan tontonan masyarakat.

Bukannya aku benci atau alergi sama band. Tapi gak tau rasanya suntuk aja kalau karnaval diisi sama band. Mungkin gara-gara aku dulu pas SMP keseringan nonton aksi temen-temenku sendiri yang sering muncul juga di mana-mana sih. Tapi emang harus aku akuin, angkatanku di SMP dulu banyak yang berbakat di bidang musik. Jadi, untuk ukuran seorang sepertiku yang cuma bakat masang senar gitar dan masukin kabel microphone ke mixer, sangat tidak diperhitungkan untuk masuk ke jajaran manusia-manusia bersuara emas, dewa-dewa gitar dan raja-raja drummer. Oleh karena itu, jujur, aku rada gak suka ada band di karnaval itu juga karena ada sedikit rasa cemburu sama mereka yang punya bakat bisa tampil di atas mobil pick-up dan dipelototin orang banyak sepanjang jalan Veteran-Basuki Rahmat-GOR. Tapi ya sudahlah, itu hanya kepingan kecil dari sebuah keinginan besar yang aku punya dari masa SMP: membentuk sebuah band, rekaman bikin lagu sendiri, dan menjadi terkenal bukan karena mengikuti pasar tetapi pasar-lah yang mengikuti style kami. Hahaha.

Skip,

SMA Negeri 1 Tuban ada di urutan ketiga.



Untunglah.

Jadi nggak perlu nunggu lama untuk menyaksikan penampilan sekolahku tercinta ini di karnaval.
Mengusung tema Ronggolawe dan Sri Huning, SMA-ku masih dengan tradisinya yaitu 'mengorbankan' siswa kelas X yang baru masuk untuk dijadikan pasukan karnaval dari barisan depan sampai akhir. Lihat aja ekspresi mereka yang didandani ala kesatria jaman dulu ini



Ada pula yang didandani dengan pakaian adat seperti ini,



Awalnya, pengalaman di angkatanku sih, banyak yang ogah-ogahan masuk squad karnaval, dan siswa kelas X yang gak kepilih pada sorak sorai bergembira ria. Tapi akhirnya, justru yang tidak ikut banyak yang iri karena cuman bisa ndengerin cerita-cerita dan pengalaman teman-teman yang ikut karnaval, apalagi pengalaman ikut karnaval ini bakalan jadi kenangan sampai kuliah dan mungkin bahkan sampai tua nanti. Rugi maksimal dah yang SMA-nya nggak pernah susah ikut karnaval macem gini. Termasuk juga untuk pengalaman masa MOS nih. Haha. Oke, itu lain cerita. Kembali ke tahun 2008, dimana ingatanku masih tersimpan cerita saat aku ikut mengisi barisan depan SMA Negeri 1 Tuban, menjadi Putra dari Aceh, dan berpasangan dengan Dyah, temanku SMA yang sekarang kuliah di FK Unair.


Saat itu aku ingat betapa susahnya mencari pinjaman baju yang cocok di salon-salon dan tukang jahit. Bahkan, aku juga ingat, H-2 sebelum karnaval aku dan sahabatku Adi Sapies mengalami insiden kecelakaan di jalan dekat SMA, yang mengakibatkan jari kelingking Adi cacat hingga sekarang. Aku hanya cacat sedikit di bagian tulang telapak tangan kanan. Tapi Adi, dia harus operasi dan memasang pen di jari kelingkingnya .
I still remember that moment. And I feel sorry, deeply sorry for that accident, brother. Aku masih bisa mengikuti karnaval karena berhasil memperoleh pinjaman baju dari suatu salon. Sedangkan Adi harus terbaring di rumah sakit. Sungguh, pengalaman ini gak akan aku lupakan sampai tua nanti.


Biasanya sih, tiap tahun karnaval itu pasti selesainya maghrib. Dan tahun ini pun demikian. Hanya saja, gak tau kenapa tahun ini lebih membosankan daripada tahun-tahun sebelumnya aku nonton karnaval. Apa karena sekarang aku nontonnya sama teman-teman yang jumlahnya lebih sedikit? Atau, karena delay barisan  antar sekolah yang terlalu lama? Karena sampai jam setengah 5 sore, barisan masih berkutat di urutan 14-16 diantara 30 sekolah yang jadi peserta. Aku dan teman-temanku akhirnya memutuskan untuk pulang pada pukul 04.45 sore.

Setidaknya, aku masih sempat mengabadikan beberapa foto dari barisan karnaval SMP dan SMA Negeri 1 Tuban. :]


Dibawah ini adalah mobil yang disulap jadi semacam minatur stereofoam rumah tempo dulu dari SMP Negeri 1 Tuban,  

Dan yang ini juga ada beberapa mobil dari SMA Negeri 1 Tuban yang dipermak dengan bahan stereofoam menjadi mobil hias dengan logo SMA yang mentereng di depan.

  

Semoga karnaval tahun depan lebih ramai, meriah, dan tidak terkesan membosankan seperti tahun ini.
Amin.

Minggu, 15 Juli 2012

COMMCAMP ON SEMPU Official Trailer


View on YouTube

Hari Minggu, Hari Berkumpul, Hari Keluarga dan Hari Reunian

Hello Sunday, yesterday -_-

Setidaknya kemarin Minggu aku benar-benar disibukkan dengan acara keluarga dan acara dengan teman-teman.

Pertama, ada agenda jam 10 pagi, reuni ngumpul rujakan bersama teman-temanku dari XII IPA 3 SMA N 1 Tuban dulu. Rencananya sih di rumahnya Bagus Awaluddin. Tapi setelah aku cek Twitter lagi ternyata jadi di rumahnya Tia. Setelah malas-malasan di rumah sampai jam 9, ternyata keluarga Mas Gawib dari Trenggalek datang hari ini. Aku jadi sungkan untuk keluar. Tapi aku juga udah kangen ngumpul sama teman-teman lama. Jadilah aku bantu-bantu sebisanya sampai jam setengah 11, dan lalu izin ibuku untuk keluar. Sesampainya di rumahnya Tia, aku kira uda telat. Eh ternyata baru ada Adit, temanku yang sekarang kuliah di UI, dan ada mas Hajrul pacarnya Tia. -_-


Hari semakin siang, dan akhirnya aku bertemu dengan teman-teman sekelasku juga. Adit, yang sedari tadi menemani aku ngobrol sambil nunggu teman lainnya, cerita banyak tentang praktek kuliah di prodinya yang pake mayat-mayatan :| Ngeri, tapi ya setidaknya aku hanya bisa mendengar ceritanya dengan seksama. Karena aku dulu juga bercita-cita jadi dokter. Sayangnya SNMPTN Tulis tidak meloloskanku ke kedokteran Undip. Hahaha.


Kelet, Wati, dan Tyana yang meracik rujak dan memotong-motong timun dan bengkoangnya. Lalu Kamali dan Bagus Awaluddin datang melengkapi acara reuni kecil-kecilan ini. Aku menyebut nama Bagus dengan lengkap pake Awaluddin, karena di kelas XII IPA 3 ada dua orang Bagus. Dan sayangnya, Bagus yang lainnya, yaitu Bagus Setya Budi tidak datang. Padahal aku berharap ia bisa ikut dan bercanda bersama kami. Bisa dikatakan, aku kangen dengan guyonan khas Bagus Setya, dan Irawan. Tapi Irawan sendiri juga sepertinya masih sibuk dengan Holcim yang jauh di Jawa Barat sana. Aku dan teman-teman di sini pun hanya sekedar cerita-cerita tentang pengalaman masa kuliah dan nostalgia jaman SMA dulu. Singkat, tapi buatku ini ya worth it lah. Kapan lagi aku bisa bertemu dengan teman sekelas SMA-ku seperti ini dan mengulang cerita saat-saat SMA dulu bersama mereka...


Dan jam 14.00, kami pun mengakhiri reuni kecil kami.


Sesampainya di rumah, aku melanjutkan bantu-bantu Bapak Ibuku menyiapkan acara sore yang diisi dengan pengajian dari anak yatim. Acara Aqiqoh ini semakin berkesan bagi keluargaku dan keluarga Mas Gawib yang dari Trenggalek, karena tepat hari Minggu ini setelah rambut dari Javier, ponakanku yang berumur 5 hari dipotong beberapa helai, udelnya ternyata juga ikut terlepas. Kebetulan saudara Mas Gawib ada yang seorang bidan, jadi ketika Bu Iwan, bidan langganan Ibu yang ternyata tidak bisa datang sore ini karena mendadak ada orang melahirkan, masih ada yang bisa menangani Javier. Dan sekarang tidak perlu lagi ada kasa yang membalut perut Javier lagi, hehe. Ini foto waktu Javier dipotong rambutnya oleh Bapak,




Seusai acara keluarga, malamnya aku berkumpul dengan teman-teman OSIS yang rencananya di rumah Ayu.


Aku sempat hampir ketinggalan, melihat HPku dimisscall oleh Tia, tapi akhirnya aku sampai di rumah Ayu tepat saat semuanya akan berangkat mencari makan.


Well, akhirnya kami semua ditraktir Fredy makan martabak dan terang bulan. Lumayan, aku sendiri juga sudah kangen sama martabak dan terang bulan sini. Makasih Fred, hahaha.
Ketemu sama teman-teman OSIS itu serunya ya saat nostalgia tentang LDK, tes OSIS, dan MOS dulu. Kami juga sempat membahas tentang orang tua yang melaporkan kegiatan MOS SMA Negeri 1 Tuban ke Dinas Pendidikan. Tapi ya mau gimana lagi, tuh orang tua uda melapor dan akhirnya Pasca MOS resmi dibatalkan.

Malam ini aku habiskan dengan berbagi cerita sampai jam setengah 10 bersama teman-teman OSIS seperjuangan tahun 08/09/10 Fredy, Cipenk, Tia, Rara, Ayu, Tyas, dan dua OSIS dari generasi 09/10 Sandy dan Mamat. Banyak cerita seru yang membuat kami tertawa bersama. Dan esok, hari Senin, kami berjanji untuk nonton karnaval bareng dan ngumpul di rumahnya Ayu lagi jam 1 siang.
Akhirnya kami pulang, dan sesampainya di rumah aku langsung tidur.
Ngantuk, sob


Untungnya hari ini juga gak ada kiriman bahan artikel dari Pak Erwind. Aku jadi lebih bisa santai hari Minggu kemarin. Hahaha.

Sabtu, 14 Juli 2012

Tiga Hal yang Menyimpan Sisi Tersembunyi dari Seseorang

Tiga hal itu adalah: tulisan, lisan, dan pikiran.

Kenangan Saat Membaca Berita Tentang Perampas Motor yang Ditembak Mati

Awalnya aku hanya membaca koran seperti biasa, halaman per halaman. Tapi ketika membaca rubrik Metropolis di Jawa Pos, ada yang menggelitik mataku.

Dua perampas motor ditembak mati setelah mencoba melawan polisi. Aku baca semua isi beritanya hingga lengkap. Dan aku pun hanya bisa mengelus dada. Entah, apakah aku sedang berduka, atau sebaliknya, sedang senang dan lega.

Dua perampas motor yang ditembak mati ini, adalah dua orang yang sempat mencegat aku dan teman-temanku di Surabaya, setahun yang lalu.

Aku masih ingat,
Sabtu siang di bulan Januari itu, aku dan tim DotA bentukanku bersama teman-teman SMA-ku, D'Mokats, akan menghadiri technical meeting lomba DotA dan Robot di ITS pada pukul 14.00. Kami berangkat dari Tuban pukul 09.30 dan singgah sebentar di rumahku yang ada di Gresik.


Simbah, Elha, Sondro, Mat Solar dan Rego. Adalah teman-temanku yang berangkat ke Surabaya saat itu.


Aku juga masih ingat,
Kami berangkat dari Gresik pukul 12.30, langsung mengenakan seragam batik dan berangkat menuju ITS, dan diantara kami belum pernah ada yang ke ITS. Jadi kami hanya menerka jalan dan berpatokan pada peta untuk bisa mencapai sana.


Singkat cerita, kami sampai di suatu lampu merah di Surabaya. Aku dan teman-temanku ditanya oleh seseorang "Mau kemana dek?" Mungkin karena kami dari tadi hanya berputar-putar sekitar jalan situ karena diantara kami tidak ada yang hafal jalan Surabaya, orang itu jadi bertanya pada kami. Spekulasi positif dariku saja, sih. Orang itu, sepertinya, membuntuti kami. Karena di setiap lampu merah, kami selalu bertemu dengan orang itu dan orang itu selalu menanyakan hal yang sama. Mau kemana?

Aku yang berpikiran positif pun menjawab "Mau ke ITS." Setelah itu kami terus jalan dan tidak bertemu orang itu lagi setelahnya. Ketika sampai di suatu jalan besar yang ramai, aku dan Rego mengambil jalan putar balik. Tapi tiba-tiba motor Sondro dan Mat Solar yang di belakang tak kunjung menyusul. Aku, Rego, Simbah, dan Elha menanti di pinggir jalan. Rego pun menelepon Sondro. Dan ternyata mereka sedang berhenti karena ada orang yang katanya sedang 'ada masalah' dengan mereka.

Aku, Rego, Simbah, dan Elha menghampiri Sondro dan Novan dengan mengambil jalan putar balik lagi.

Terlihat kedua orang lelaki sedang berbicara serius dengan Sondro.
Ternyata, dua orang lelaki itu menuduh Sondro telah menganiaya adik salah satu dari mereka. Aku dan teman-teman pun menjelaskan apa adanya bahwa kami hanya siswa SMA dari Tuban yang akan menghadiri technical meeting robotika di ITS, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan lelaki itu, apalagi adiknya. Tapi itu tidak lantas membuat mereka melepaskan kami.


"Wes pokoke aku njaluk salah siji teko koen-koen iki gawe melok aku, ayo diselesekno nang panggon liyo."


Kalimat itu diumbar lantang oleh salah satu dari mereka. Aku sempat khawatir, mengingat saat itu kami tidak tahu apa-apa tentang Surabaya dan tidak punya sanak saudara di sana.

Tapi tiba-tiba aku kepikiran ide.

Aku (pura-pura) menelepon Bang Udin, seniorku SMA yang kuliah di ITS. Dan aku sok-sok'an berbicara dengan topik obrolan tentang 'Kantor Polisi' dan 'Surat-surat penting'
Setelah mengakhiri kepura-puraanku, aku langsung menegaskan ke dua lelaki yang cari masalah itu,
"Nek ancen onok masalah, ayo mas melok aku karo konco-koncoku nang ITS, wes dienteni karo masku nang kono. Iki acarane gak isok ditunda maneh."
Ke dua orang itu masih ngotot minta diselesaikan saat itu juga di tempat lain. Tapi aku dan teman-teman tidak menggubris kata-kata mereka dan langsung tancap gas ke jalan arah (yang kami kira-kira) ITS.

Sesampainya di suatu lampu merah, aku melihat ke belakang, dan ternyata orang itu tidak mengikuti lagi. Memang dari awal mencurigakan, sih. Apalagi alasan 'bodoh' mereka yang menuduh Sondro (yang tampangnya menurutku paling preman diantara kami) telah menganiaya adiknya, sungguh goblok sekali andaikan waktu itu kami menuruti kemauan mereka.

Dan hari ini, 14 Juli 2012. Aku membaca berita di koran Jawa Pos, ada dua orang perampas motor yang ditembak mati oleh polisi. Modus penggiringan korban ke tempat sepi pun sama persis dengan apa yang aku alami tahun kemarin.
Ya sudahlah, memang hukum yang berlaku sudah seperti itu sob. Mereka melawan polisi ketika ditangkap, wajar aja kalau mereka dikirim ke akhirat.

Aku hanya bisa berdo'a semoga kalian yang membaca ini bisa lebih waspada dan tidak mengalami perampasan motor.

Dan untuk bung Kholil dan Rofii, semoga tenang di alam sana.

Amin.

Jumat, 13 Juli 2012

Catatan Perjalanan ke Sempu XIII : Surabaya, Kami Pulang

Well, setelah menulis catatan yang panjang tentang perjalanan ke Sempu hingga episode ke XIII, rasanya untuk cerita yang satu ini aku gak perlu nulis banyak-banyak deh -_-

Intinya kami pulang.

Dan kami, tepar.

Perjalanan pulang kami ditemani oleh angin malam dan hujan rintik-rintik. Di dalam truk pun aku hanya bisa melihat teman-teman semua pada tidur, dan sesekali bangun hanya untuk ganti posisi tidur.
Aku?
Mungkin aku makhluk satu-satunya yang tidak tidur. Mungkin, sih.
Kalaupun aku tidur, aku masih bisa mendengar suara-suara di sekitarku. Jadi intinya juga aku gak tidur.

Di tengah perjalanan aku juga sempat bercanda sama sobat absurdku, Bima. Kami membuat pantun dan dinyanyikan dengan nada lagu 'Paribasane' dari Arek Band. Kami juga membicarakan berbagai macam hal, mulai dari musik sampai mengulang cerita lagi saat tersesat di hutan.
Dan di tengah perjalanan aku juga menemukan suatu fakta penting, bahwa...

BIMA,
adalah nama dari sebuah toko pijat urat spesialis keperkasaan pria.
Lengkap dengan gambar (wayang)  Bima di depan tokonya.

Aku ketawa guling-guling.
Gak sih, ketawa ngakak aja. Kalo guling-guling bisa-bisa aku jatuh dari truk yang gak dibuka penutup belakangnya.

oke, cukup tentang Bima dan keperkasaan pria.

Perjalanan pulang dimulai pukul 17.30, dan kami sampai di Polda Surabaya pukul 22.00

Setibanya kami di Polda, kami menurunkan barang-barang dan memastikan tidak ada yang ketinggalan. Termasuk uang urunan yang kurang -_-
Kami menambah 15.000 per orang untuk biaya masuk ke Sempu dan sewa perahu.

Aku pun meminta Ayip, Kiki, dan Luqman untuk meminjamkan kartu memorinya ke aku dulu, biar aku pindah datanya dan bisa cepat mengedit filenya. Tapi akhirnya sampai hari ini file video-nya belum aku edit juga -_-

Ada pula kenangan secarik peta yang kami gunakan saat tersesat di hutan. Awalnya, Tatit yang akan menyimpannya di kos. Tapi akhirnya aku meminta peta itu untuk aku pajang di tembok wall of fame kosanku, dan voila, inilah sisa-sisa perjuangan dari Sempu itu,


Sesampainya aku di kos, aku langsung menempelkan peta ini dulu di tembok, dan sebelah kanan itu adalah stiker "PRIDE" yang daridulu SMA aku pasang di salah satu tas ranselku. Dan sayang sekali buasnya tumbuhan di hutan Sempu telah merobek stiker itu dan kini aku hanya bisa mengenangnya lewat tembok ini.

Setelah menempelkan benda kenangan, aku langsung melanjutkan dengan cuci-cuci baju dan barang-barang.

Meskipun aku sendiri masih belum percaya bahwa aku bisa keluar dari hutan kemarin malam, tapi setidaknya aku sekarang sudah di sini.

Di Surabaya.

Di kosku tercinta.

Dan besok Selasa aku harus pulang ke Tuban.

Sekian untuk rangkaian cerita "Catatan Perjalanan ke Sempu" ini yang menghabiskan XIII seri sekaligus.
Dan mohon maaf bila di paragraf pertama aku ngomongnya gak mau cerita panjang lebar tapi akhirnya panjang lebar juga.

Semoga tidak ada yang mengalami nasib seperti kami ber24 yang nyasar di hutan Sempu lagi. Kalaupun ada, semoga mereka bertemu dengan abang tukang bakso di hutan.

Amin.

Tentang Bapak dan Nasi Pecel

Malam ini Bapak membelikanku nasi pecel untuk makan malam.

Aku jadi teringat, dulu sewaktu aku masih kecil aku senang sekali dibelikan nasi pecel untuk makan. Bahkan aku juga selalu minta ikut untuk membelinya. Sekarang aku juga merasa senang ketika Bapak pulang membawakan nasi pecel tiga bungkus.

Hanya saja, waktu telah membuat beberapa hal menjadi beda...

Dulu aku senang sekali ketika mengalahkan Bapakku cepet-cepetan ngabisin nasi pecel. Karena saat itu aku masih kecil, badanku tidak sebesar Bapak, porsi makanku juga harusnya lebih sedikit. Tapi ternyata aku bisa mengalahkan Bapak, dan langsung saat itu juga aku gak bisa gerak karena kekenyangan.

Hari ini, sudah tidak ada yang namanya cepet-cepetan ngabisin nasi pecel.
Aku sudah pasti lebih cepat daripada Bapak. Karena kini gigi Bapakku sudah tidak selengkap dulu. Sehingga untuk mengunyah nasi, apalagi peyek, pun membutuhkan waktu lebih lama lagi. Tapi Bapakku masih tetap bisa meghabiskan makannya tepat setelah aku selesai menghabiskan makanku pula. Andai usia Bapakku kembali ke beberapa tahun yang lalu, pasti aku sudah kalah dengan telak.

Well,
Tulisan ini aku tulis untuk mengingatkanku, bahwa Bapakku sudah berusia mendekati senja. Dan aku, Yordhan F. A. Bayhaqi, yang dulunya seorang anak SD yang polos dan tidak tahu apa-apa tentang dunia orang dewasa, kini sudah berstatus mahasiswa.

Hal ini membuatku berpikir,
Aku harus bisa lebih baik daripada Bapakku di waktu muda dulu.

Aku tahu, aku adalah anak terakhir. Tapi aku laki-laki.

Semoga aku bisa menggantikan peranmu, melindungi dan menjaga keluarga, serta membuatmu bangga kepadaku, Bapak.

Catatan Perjalanan ke Sempu XII : Gak Ada Abang Tukang Bakso Lewat di Hutan, Bro.

"Baksoo, es degan!" ujar Lela.

Sepanjang perjalanan kami di hutan memang tidak ada abang tukang bakso lewat, karena itu wajar bila beberapa diantara kami (termasuk aku) merindukan bakso dan es degan. Kami sudah bosan dengan mie instan. Kami butuh PERUBAHAN!

oke, skip.

Aku berada di kloter kedua lagi saat bergantian naik perahu penyeberangan.
Gatau kenapa, berada di kloter kedua itu lebih menyenangkan buat aku. Aku jadi lebih bisa memperhatikan sekitar lebih lama. Menangkap pemandangan yang gak akan aku temukan di Surabaya maupun Tuban. Menikmati hembusan angin laut yang menenangkan. Apalagi kemarin habis nyasar di hutan. Berada di pantai seperti ini dengan situasi dimana aku pasti akan pulang benar-benar membuat perasaan lega dan senang bukan kepalang.

Sesampainya di seberang pulau Sempu, aku dan beberapa teman langsung menuju abang tukang bakso dan membeli semangkuk bakso hangat ditemani segelas es degan yang segar. Aku bersyukur, lidahku masih doyan makanan selain mie instan. Aku jadi teringat bagaimana rasanya terjebak di hutan, dimana uang dan harta benda lainnya menjadi tidak berguna kecuali bisa membantumu untuk bertahan hidup dan melawan kerasnya alam.
Gak ada abang tukang bakso lewat di hutan, bro.
Sekalipun ada, kamu butuh uang untuk membelinya, bro.
Kalau udah punya uang dan makan bakso di hutan, masih ada macan kumbang, ular, dan zombie, bro.

Setelah menikmati bakso dan beli cilok sebungkus, aku langsung menuju truk polisi yang sudah siap untuk berangkat pulang. Teman-teman yang di truk pada nggugupin untuk segera berkumpul, masuk truk dan pulang. Usut punya usut, ternyata pak sopirnya sedikit ngambek. Bagaimana tidak, kemarin kami ngasih uang 50.000 buat nginep di penginapan. Tapi ternyata biaya penginapannya itu 150.000.
Dafuq, men.

Akhirnya, meskipun sopirnya nggondok dan sudah pasti nanti nyupirnya agak ugal-ugalan, kami berangkat pulang juga.

Selamat tinggal, Sempu.
Semoga bertemu lagi lain waktu, tanpa nyasar di hutan lagi ya, huhu.


Catatan Perjalanan ke Sempu XI : Karena Jalan Pulang Tak Semudah Menggenjreng Gitar

Pulang.

Hanya itu sekarang yang ada di pikiran kami ber24.

Kami kembali menyusuri hutan. Namun sayangnya meskipun melewati jalan yang sama dengan jalan waktu berangkat, ternyata pulangnya terasa lebih berat. Kami lebih sering berhenti untuk beristirahat, dan mengumpulkan sisa tenaga untuk mengangkat tas lagi. Apalagi aku, tasku terasa lebih berat dan tentenganku adalah gitar. Pesan moral dari cerita ini: Jangan pernah membawa gitar untuk camping kecuali bawa mobil dan ada softcase gitarnya.

MONSTER sudah tidak seberat waktu berangkat, pula. Tugas mengangkat MONSTER kini ditangani oleh Kopler. Bisri mengangkut tasnya sendiri, dan ia bahkan membentuk tim karaoke. Ya, tim karaoke. -_-
Tim yang menjadi penengah antara barisan depan dan barisan belakang. Tim yang bernyanyi ke sana ke masri mengusir lelah dan sepi dengan lagu. Tim yang berisi sekumpulan penyanyi yang gagal ikut American Idol. Tim yang bergembira ria ketika menyanyikan lagu-lagu galau...

"Jika memang dirimu lah tulang rusukku, kau akan kembali pada tubuh ini..."

"Sebenarnya aku ingin mengungkapkan rasa tapi mengapa aku selalu tak bisa..."

"Jujur, aku tak sanggup, aku tak bisa, aku tak mampu dan aku tertatih..."


Tim yang... Ah, tim apapun lah -_-


Seperti yang aku katakan sebelumnya, kami sering berhenti karena telah memaksa tenaga kami yang sudah melampaui batas. Dan sepanjang perjalanan, jika tim karaoke mengusir lelah dan sepi dengan bernyanyi, maka aku punya gitar untuk mengusir nyamuk. Ehm. Setidaknya dengan menggenjreng gitar dan bernyanyi sebisanya aku masih kuat berjalan dan bahkan aku juga masih bisa bergenjreng sambil berjalan. Sayangnya, sekali lagi, perjalanan pulang ini memang tak semudah menggenjreng gitar. -_-

Jalan demi jalan telah kami susuri kembali, dan tepat ketika waktu menunjukkan pukul 16.00, akhirnya, kami tiba di pantai, dimana kami mengawali perjalanan menuju Segoro Anakan ini. Jikalau berangkat tadi membutuhkan waktu jalan satu setengah jam, maka pulangnya membutuhkan waktu hampir dua kali lipatnya.

Yah, melelahkan, memang. Tapi aku gak bisa mbayangin gimana kalau seandainya saat ini juga kami masih tersesat di hutan dan masih belum menemukan jalan keluar. Pasti macan kumbang, ular, dan zombie akan muncul menampakkan dirinya dan memakan kami satu per satu.

oke, skip.

Sebelum menyeberang pulang, aku menyempatkan foto-foto dulu sebentar. Pemandangan senja di pulau ini benar-benar indah, sayang aku hanya bisa meng-capturenya dengan HP. Tapi hasilnya lumayan kok,


Itu Mega, yang nongol di sebelah kiri. Karena katanya foto nggak ada modelnya itu kurang asik -_-

Dan sekarang, kami membagi dua kelompok besar lagi untuk bergantian menyeberang.

Well, we are going to home now. :)

Kamis, 12 Juli 2012

Catatan Perjalanan ke Sempu X : Santai Kayak di Pantai

Kalau biasanya di kampus biasa bilang "Santai kayak di pantai", sekarang kami ber24 benar-benar lagi santai, di pantai. -_-


Setelah tim pemancing gagal memperoleh ikan, akhirnya kami kembali ke makanan pokok yang menjadi teman kami selama di hutan: mie instan.


Masih dengan bantuan dapur darurat yang diprakarsai oleh si Mandor, dengan sisa nasi yang sedikit kami mengisi tenaga sembari mengeringkan pakaian yang habis dipake renang.

Yang lagi nganggur, semua pada tiduran, ngobrol-ngobrol ringan, main gitar, yang jelas kami benar-benar menghabiskan waktu dengan bersantai dulu sebelum bersiap-siap pulang.

Aku bahkan nyempetin bikin film pendek di sini. Dibantu Ayip dan Luqman sebagai talent dan Razif sebagai cameraman, syuting pun dilakukan seadanya. Panas-panas tapi setidaknya shoot-nya dapet lah. Tinggal gimana ini ntar ngeditnya, dan sampai sekarang pun aku belum menyentuh video-video dari sempu sama sekali, btw -_-


Jam sudah menunjukkan pukul 13.00, pertanda siang semakin panas. Kami beres-beres, bersiap meninggalkan pantai, dan tentu saja berfoto-foto dulu sebelum meninggalkan Segoro Anakan yang sebelumnya gagal kami capai di hari pertama.



Oke, foto di atas adalah editan. Hahaha. Tapi setidaknya di foto itu kelihatan jelas wajah-wajah innocent para cowoknya. Dan yang foto di bawah ini adalah foto ceweknya, tanpa editan. Tapi setidaknya wajah-wajahnya masih lebih segar dilihat daripada yang cowok.



Anyway,

Hutan, kami dataaaang,.....

Nostalgia Sesaat Sebelum Tidur

Halo,
kartu Tanda Peserta Ujian Masuk Program Diploma III Kerjasama ITS dengan PT. PLN Persero.

Andai saja waktu itu aku memilih untuk melanjutkan tes psikologi di ITS, dan bukan memenuhi panggilan tes kesehatan dari Unair,

pasti sekarang aku sedang tidak menulis di blog ini.

Sekian.

Catatan Perjalanan ke Sempu IX : LAUT, PANTAI, Kami Telah SAMPAI!

Setelah kemarin sempat tersesat di hutan.
Setelah kemarin sempat bermalam tanpa tahu arah jalan pulang.
Setelah tadi pagi senang menemukan pantai di perseberangan.
Setelah tadi pagi kembali ke pantai awal mula kami diturunkan.
Setelah bertemu Iqbal dan merasakan adanya sedikit atmosfir gay untuk sesaat.

Dari barisan depan, terdengar teriakan "LAUT", "LAUT"
Akhirnya kami menemukan Segoro Anakan.



Senang?
Iya.

Tenang?
Belum.

Perjalanan dari pinggir tebing menuju pantai harus membuat kami menghela nafas Senen-Kemis.
TEBEEH.

Jalanan dengan medan yang lebih sulit karena tebing yang agak curam mewarnai perjalanan kami yang tinggal beberapa (ratus, atau ribu) langkah lagi menuju Segoro Anakan. Apalagi di jalan kami juga harus bergantian dengan orang-orang lain yang juga baru beranjak dari tempat itu. Jalan pun terasa lama dan kami juga semakin tidak sabar ingin cepat-cepat sampai di pantai.

Singkat cerita, kami berhasil mencapai pantai.

Ya, akhirnya, KAMI BERHASIL MENCAPAI PANTAI.

Tanpa pikir panjang aku dan Bima langsung meletakkan barang dan berlari ke arah lautan untuk membasahi tubuh ini dengan air garam, dan menikmati sensasi air laut masuk kuping yang bakal nyusahin batangan cotton bud nantinya.

Disusul teman-teman lainnya, akhirnya kami bermain perang pasir di sini.

Aku juga sempat dikubur hidup-hidup sebagai barang percobaan ramuan pasir pantai yang sepertinya akan mempercepat penggosongan kulit -_-


Di foto itu aku tidak sedang kegirangan. Itu kepanasan, dol.

Oke, skip.

Kami bermain memuaskan segala hasrat yang terpendam selama tersesat di hutan.
Perang pasir, berenang di laut, dan ada juga yang hanya tiduran di pantai, semua kami lakukan untuk bersenang-senang dan melepas stress dan trauma setelah dari hutan.

Si Kiki tiba-tiba nongol di atas tebing. Ia ternyata masih belum puas hanya sampai di pantai, sampai ia masih mau memanjat tebing yang tinggi dan menyaksikan samudra yang katanya terlihat menakjubkan dari atas sana.

Merasa dilecehkan, Luqman dan Razif ikut menyusul Kiki menuju tebing tersebut. Dan usut punya usut, kata Kiki, Luqman nyempetin beol di tengah jalan antara pantai dan tebing itu.

Kami membuat basecamp dengan dapur darurat dan tenda sementara untuk digunakan berganti baju.

Setelah puas bermain di laut dan di tebing, kami beristirahat sambil memulihkan tenaga dan memasak mie.
Oh iya, di sini, Kopler, Jemblunk, Tatit, dan Bima masih berambisi untuk memancing ikan yang katanya ikan di sini bakalan suka sama umpan yang udah disiapin Tatit.
Cacing.

"Ini menu baru, ikan di sini pasti pada doyan" ujar bapak pembina Tatit Xpeditionz

Setelah berangkat memancing dengan percaya diri...
beberapa menit kemudian mereka balik ke basecamp, dengan harapan kosong...

soundtrack Sheila On 7 - Berhenti Berharap

Curcol Penulis Malam

Aku sedang melanjutkan cerita catatan perjalananku ke Sempu.
Tapi tiba-tiba, suasana ruang tengah menjadi gelap.
Lampu mati.
Hening.
...
Dan sebelah kananku terlihat sosok kecil yang terbaring tenang dengan sesekali bersuara lucu.
...
Ini memang sudah waktunya si Javier kecil bobo' -_-

jadi aku harus beradaptasi dengan mengetik dalam suasana gelap dan tidak bisa melihat huruf di keyboard.
Maaf bila terjadi typo atau posting sedikit terganggu.

Sekian.

Catatan Perjalanan ke Sempu VIII : Iqbal

Muhammad Iqbal Iswandi.



Adalah sahabatku sejak SMP kelas VIII dulu. Dan SMA, kami satu sekolah namun sayangnya jarang berinteraksi karena ia masuk kelas RSBI sedangkan aku kelas reguler.


Iqbal adalah pindahan dari Jakarta.
Dulu waktu pertama kali ke Tuban, ia masih menggunakan elo-gue dan kata teman-teman yang sekelas sama doi sih, katanya, juga rada freak, dan suka ngisengin teman-teman sekelas. Alhasil saat-saat pertama pun ia agak sulit mendapatkan teman di Tuban.


Tapi setelah beradaptasi dengan baik, entah itu doi yang beradaptasi atau kita aja di sekitarnya yang beradaptasi sama doi, Iqbal pun lambat laun membangun perkembangan sosialnya di SMP Negeri 1 Tuban dengan baik, dan bahkan bertemu dan berteman dengan baik sama salah satu siswa terbaik di sekolah itu: Yordhan F. A. Bayhaqi.
Lebih tepatnya,
siswa terbaik diantara yang terbalik.

Pertemananku dengan Iqbal berlanjut sampai ke jenjang selanjutnya.
Bukan ke pelaminan, ya.

Iqbal ternyata ikut suatu perguruan silat di Tuban. Dan saat itu, aku kebetulan juga bergabung dengan perguruan silat tersebut. Yang membedakan strata antara aku dan Iqbal, adalah Iqbal sudah tingkat lanjut dan aku adalah pemula. Sehingga aku harus menyebutnya 'mas'.

Aku masih ingat, aku dan Iqbal berlatih ilmu ketangkasan di laut.
Ia mengajarkanku berlatih dengan tongkat di laut, mengasah kemampuan kaki dan tangan, dan tentu saja bertahan dari sengatan matahari yang ternyata berada tepat di atas kami pukul 12.00

Iqbal adalah sahabat yang baik.
Dan kami sudah lama tidak bertemu semenjak kelulusan SMA diumumkan.

Lalu setelah cerita panjang lebar, kenapa Iqbal aku catutkan khusus di sini?

-----

Tepat di 3/4 perjalanan menuju Segoro Anakan, aku bertemu dengan Iqbal.
Ia kini mendalami ilmu pariwisata di Ciputra. Dan yang lebih penting lagi, ia baru saja 'mentas' dari Segoro Anakan.

Setelah terjadi pembicaraan singkat diantara kami, aku diinstruksikan oleh Iqbal untuk tetap mengambil jalan setapak yang lurus, dan saat itu ia mengatakan Segoro Anakan tinggal 10 menit lagi.

Aku dan teman-teman pun semakin bersemangat.

Kami melanjutkan perjalanan, dan dari kejauhan, aku melihat Iqbal sudah bersama rombongannya meninggalkan tempat kami bertemu tadi.

Catatan Perjalanan ke Sempu VII : Kembali ke Jalan yang Benar

Yak,
melanjutkan cerita panjang yang berhenti sampai di perahu yang mengantarkan kami ber24 menyeberangi pantai menuju pantai.

Dan benar saja. Kami kembali ke pantai start awal.

Aku ulangi.

Kami kembali ke pantai start awal.
Di mana kemarin kami melangkahkan kaki di sini tepat pukul 16.45 sore dan dihadapkan dengan tiga pilihan rute jalan; kanan, tengah, atau kiri, yang berakhir pada pemilihan rute kiri dan mengantarkan kami ke petualangan penuh ketegangan di hutan yang diselimuti kegelapan.


skip.


Setelah kembali berdiri di sini dan bertemu orang banyak, kami memutuskan untuk bertanya sebelum melanjutkan perjalanan ke Segoro Anakan.

Dan alhamdulillah, kata masnya, tinggal mengambil jalan kanan dan ikuti saja jalan setapak.

Akhirnya, kami bersiap-siap berangkat lagi, dan tepat pukul 09.45 kami melanjutkan perjalanan memasuki hutan, lagi, untuk mencapai Segoro Anakan.

Di jalan, kami menemui banyak tanda yang lebih mendekati positif. Maksudnya, kalau di jalan sebelumnya kami menemui pohon tumbang, kami memang menemui pohon tumbang, tapi tumbangnya nanggung dan kami hanya membenarkan tumbangnya pohon tersebut. Tapi yang kami lihat sekarang benar-benar pohon tumbang. Ya, pohon tumbang-mbang-mbang.


Ehm, sorry kalau rada bingung baca paragraf barusan. Hanya orang-orang cerdas yang niscaya akan memahaminya.


By the way, ingatkah kalian dengan tanda tali rafia warna merah yang diikat di pohon? Sekarang kami menemui tanda ikat tali biru di pohon. Dan pikiranku kini paham dan penuh dengan spekulasi, kenapa waktu tersesat kemarin kami menemui tali yang merah.


Kami banyak menemui orang di jalan setapak ini. Ada yang kelihatannya habis dari Segoro Anakan, dan ada pula yang kayaknya baru mau menuju tempat itu. Setidaknya, sekarang kami lega, jalan yang kami lewati menunjukkan 'tanda-tanda kehidupan'. Di jalanan pun kami tidak menemui kesulitan berarti. Hanya saja kami juga sesekali berhenti untuk beristirahat karena tenaga kami yang terkuras semalaman di hutan.

Lagipula, perjalanan masih jauh. Jam menunjukkan pukul 10.30, dan kami masih terus menyusuri hutan.

Oh iya, by the way juga, Mandor nyempetin foto-foto pas kami lagi berhenti di tengah jalan,
dan fotonya yang satu ini benar-benar terlihat dramatis, eksotis, namun sama sekali tidak erotis.

Liburan Sambil Blogging Bakal Bikin Iri yang Liburan Sambil Jogging

Alasan:
1. Rajin blogging gak bikin badan pegel, cuman bikin jari keseleo
2. Blogging yang rutin membuat jari semakin berotot, membuat sentuhan semakin seksi
3. Blogging gak perlu beli sepatu jogging
4. Blogging bisa dilakukan dengan berbagai macam gaya
5. Jika sudah terlatih, blogging bisa dilakukan dengan kayang

Lalu kenapa yang liburan pada jogging harus iri sama yang liburan pada blogging?

Serius, tolong jangan tanggapi tulisanku ini dengan serius.

Tamat.

Pra MOS, MOS, dan Pasca MOS: Sepaket Makan untuk Memperkuat Mental

Baru saja tersiar kabar lewat Twitter bahwa ada orang tua siswa yang melaporkan kegiatan MOS ke dinas pendidikan atau pemerintah daerah. Kabar lebih jelasnya belum aku dengar, sih. Tetapi mendengar ini saja telingaku udah gatal dan rasanya tidak enak bila mendengar bahwa MOS ini seakan-akan menjadi ajang yang 'sangat berbahaya' bila dibiarkan terus membudaya di kalangan sekolah negeri maupun swasta.

Memang, MOS selalu identik dengan barang dan hal-hal yang tidak biasa, unik, bahkan kelewat aneh. Seperti disuruh membuat tas dari kardus berbentuk layang-layang dengan ketentuan ukuran tertentu, topi capil dari kardus dengan tambahan krempyeng di sekelilingnya, membawa telur bebek tanpa isi, buku catatan dengan hiasan bunga kering di cover-nya, dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak biasa lainnya. Tapi menurutku justru itu yang membuat siswa berpikir kreatif, mempersiapkan mental ketika berada di situasi yang tertekan, dan melatih kesabaran serta menempa sistem manajerial otak.

Pra MOS itu ibarat makanan pembuka. Di sini siswa diberi tugas-tugas dan perkenalan dengan senior dan lingkungan SMA-nya. Saat MOS, barulah dilatih mental siswa di lapangan dengan beberapa agenda kegiatan yang tentunya sudah disetujui oleh pembina OSIS. Nah, pasca MOS adalah pamungkas ke-seluruh rangkaian kegiatan MOS yang harusnya sangat tidak boleh ditiadakan.

Di pasca MOS, siswa akan menginap di sekolah dan agenda kegiatan pun juga akan lebih 'seru' dan tentu saja menempa mental siswa dengan cara yang tidak seperti di pra MOS dan MOS. Di pasca MOS akan ada kegiatan malam dan olahraga pagi. Dan tentu saja acara seperti ini akan membentuk persahabatan antar siswa. Seperti yang saya baca di Jawa Pos pagi ini, bahwa dengan adanya MOS, kita akan menemukan 'teman' kita yang sebenarnya. Karena teman yang sebenarnya itu muncul di saat susah, bukan?

Sungguh disayangkan bila kegiatan MOS ini harus dicekal apalagi ditiadakan.
Semoga mata orang-orang tua yang hobi memanjakan anaknya itu terbuka dan membiarkan anaknya diasah mental dan dibentuk kepribadiannya oleh pihak sekolah melalui MOS.

Oh iya, curcol sedikit, ini kebetulan ada fotoku waktu LDK dulu sama OSIS periode 09/10


Dengan pedenya, aku berdiri di depan, dihukum, karena tidak mengenakan seragam sesuai ketentuan. Dan As'ad, rekan OSIS-ku juga terlihat bengong ngelihat aku yang masih pede aja sama badan kerempengku yang mata siapa saja bisa dengan leluasa menikmatinya, halah.

Lalu apa hubungannya MOS dengan foto LDK-ku?

Tidak ada.

Pembahasan selesai. Tamat.

Terima kasih.

Kebiasaan Lama yang Bikin Males Kalau Kumat

Nulis cerita panjang lebar. Dan gak selesai.

Catatan Perjalanan ke Sempu VI : "Selamat Pagi Hutan, Apa Kabar Pantai?"

Yup,
"Selamat pagi hutan, apa kabar pantai?" ujar Ibanez.

Malam gelap telah terlewati. Mungkin sisa tenaga senter-senter milik kami juga sudah hampir habis. Dan sekarang kami terbangun dalam hutan dengan masih menyimpan harapan untuk menemukan pantai pagi ini.

Waktu menunjukkan pukul 06.00. Mandor dan kru dapur darurat-nya kembali memasak untuk sarapan kami bersama. Dengan sisa nasi sedikit kami berbagi secukupnya. Dan pagi ini pun aku berinisiatif untuk merekam teman-temanku menggunakan Canon 600D milik Kiki dan menanyakan kesan-kesan mereka selama perjalanan ini.

Kopler dalam video sempat berujar iseng,
"Rek sopo ae sing nemokno rekaman iki, tulung editen yo gawe arek-arek sing tau urip nang kene."

Jleg,
Aku gak bisa mbayangin, gimana kalau nanti yang dikatakan Kopler dengan iseng gini bisa membuat kami ber24 hilang ditelan alam dan kamera Kiki tertinggal, lalu ada seseorang yang menemukan rekaman ini dan lalu mengangkatnya ke layar lebar, dan kami ber24 menjadi artis dadakan walau jasad kami tidak pernah ditemukan...

Oke,

skip.

Singkat cerita, jam 08.00 kami telah membereskan tenda, dapur, dan semua yang kami dirikan semalam, lalu bersiap untuk berangkat lagi dengan harapan akan menemukan pantai pagi ini juga.

Barisan telah diatur, dan setelah Bima, Geboy, dan Jemblunk mengecek jalan di depan, kami akhirnya berangkat. Tetap dengan barisan sebelumnya, selang-seling cowok-cewek, hanya saja sekarang aku lebih sering wira-wiri karena merekam perjalanan kami yang berusaha menemukan pantai.

Semak belukar yang berkurang, akar-akar yang 'menjinak', dan tanda-tanda seperti pohon tumbang dan ikat tali merah membuat kami semakin bersemangat melangkah, walau sempat terhenti-henti untuk memastikan jalan. Hingga akhirnya dari barisan depan terdengar suara...

"LAUT!"

Ya, kami SUKSES kembali ke pantai. Tepatnya, pantai yang sedikit melenceng ke arah Utara dari pantai start -_-

dan inilah foto dari kamera Ayip, Canon 60D.  Dan gambar ini tepat memotret pantai yang kami temukan dari sudut pandang hutan,



Well, at least,
Setidaknya, kami semua bersyukur dapat keluar dari hutan.

Pukul 09.00, kami semua masih memulihkan tenaga di pantai. Ada yang berfoto-foto ria, ada yang duduk-duduk saja, dan akhirnya ada seorang pelaut yang melintas dekat kami. Jemblunk langsung menghampiri pelaut itu dan menanyakan tentang tarif naik perahu ke Segoro Anakan. Oh iya, kami yang di sini sedang mendiskusikan dua rencana. Apakah kami akan menyewa tour guide untuk lanjut ke Segoro Anakan melewati hutan, atau naik perahu dan memutar rute ke pantai start awal.

Cewek-cewek pada minta tour guide. Aku dan Kopler sih berpikiran kalau kita masuk ke hutan lagi tapi dengan arah yang sudah kami tentukan dengan pasti ke Segoro Anakan. Dan tidak ada yang setuju dengan kembali ke hutan -_-

Setelah dimusyawarahkan, dengan menimbang biaya dan efektivitas, akhirnya kami memutuskan untuk menyewa perahu saja untuk memutar rute ke pantai start awal dan menjelajahi hutan yang sudah ada jalan setapak yang mengarahkan kami ke Segoro Anakan.

Kami membagi dua tim lagi.

Dan aku tetap pada kloter terakhir.

Di sini kameranya Kiki kehabisan baterai. Aku beralih menggunakan kamera Ayip Canon 60D untuk melanjutkan misi dokumentasi. Dan setelah menyempatkan foto-foto sebentar, dengan menyegarkan diri sedikit di sumber air tawar yang ternyata ada di dekat kami, perahu kloter kedua pun datang dan kami meninggalkan pantai tempat kami keluar dari hutan ini.