Twitter

Kamis, 12 Juli 2012

Catatan Perjalanan ke Sempu VII : Kembali ke Jalan yang Benar

Yak,
melanjutkan cerita panjang yang berhenti sampai di perahu yang mengantarkan kami ber24 menyeberangi pantai menuju pantai.

Dan benar saja. Kami kembali ke pantai start awal.

Aku ulangi.

Kami kembali ke pantai start awal.
Di mana kemarin kami melangkahkan kaki di sini tepat pukul 16.45 sore dan dihadapkan dengan tiga pilihan rute jalan; kanan, tengah, atau kiri, yang berakhir pada pemilihan rute kiri dan mengantarkan kami ke petualangan penuh ketegangan di hutan yang diselimuti kegelapan.


skip.


Setelah kembali berdiri di sini dan bertemu orang banyak, kami memutuskan untuk bertanya sebelum melanjutkan perjalanan ke Segoro Anakan.

Dan alhamdulillah, kata masnya, tinggal mengambil jalan kanan dan ikuti saja jalan setapak.

Akhirnya, kami bersiap-siap berangkat lagi, dan tepat pukul 09.45 kami melanjutkan perjalanan memasuki hutan, lagi, untuk mencapai Segoro Anakan.

Di jalan, kami menemui banyak tanda yang lebih mendekati positif. Maksudnya, kalau di jalan sebelumnya kami menemui pohon tumbang, kami memang menemui pohon tumbang, tapi tumbangnya nanggung dan kami hanya membenarkan tumbangnya pohon tersebut. Tapi yang kami lihat sekarang benar-benar pohon tumbang. Ya, pohon tumbang-mbang-mbang.


Ehm, sorry kalau rada bingung baca paragraf barusan. Hanya orang-orang cerdas yang niscaya akan memahaminya.


By the way, ingatkah kalian dengan tanda tali rafia warna merah yang diikat di pohon? Sekarang kami menemui tanda ikat tali biru di pohon. Dan pikiranku kini paham dan penuh dengan spekulasi, kenapa waktu tersesat kemarin kami menemui tali yang merah.


Kami banyak menemui orang di jalan setapak ini. Ada yang kelihatannya habis dari Segoro Anakan, dan ada pula yang kayaknya baru mau menuju tempat itu. Setidaknya, sekarang kami lega, jalan yang kami lewati menunjukkan 'tanda-tanda kehidupan'. Di jalanan pun kami tidak menemui kesulitan berarti. Hanya saja kami juga sesekali berhenti untuk beristirahat karena tenaga kami yang terkuras semalaman di hutan.

Lagipula, perjalanan masih jauh. Jam menunjukkan pukul 10.30, dan kami masih terus menyusuri hutan.

Oh iya, by the way juga, Mandor nyempetin foto-foto pas kami lagi berhenti di tengah jalan,
dan fotonya yang satu ini benar-benar terlihat dramatis, eksotis, namun sama sekali tidak erotis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar