Aku bukan orang yang rajin,
apalagi telaten. Tapi sekarang mau nggak mau ya aku harus bisa rajin dan
telaten untuk membantu Ibu melakukan aktivitas. Seperti makan, sikat gigi,
minum obat, hingga melatih tangan dan kakinya supaya bisa bergerak lagi. Okey,
sebagai seorang anak laki-laki yang (berusaha) berbakti, aku harus bisa
menunjukkan kalau aku telaten membantu Ibu di sini.
Aturan yang pertama, rajin.
Ibu adalah seorang pekerja keras.
Dulu bahkan Ibuku seorang atlit voli. Tapi karena GBS ini, Ibu jadi lemah sendi
dan otot-ototnya. Semua aktivitas mau nggak mau ya harus dibantu.
Aku adalah anak yang pemalas,
suka bangun kesiangan, nggak pernah rapi dan serba berantakan. Tapi kalau sudah
berhadapan sama urusan ginian ya aku harus bertransformasi jadi alterego-ku
yang sebaliknya. Okey, maksa sih. Tapi otakku ini tahu situasi kok. Aku di
kosan sering bangun kesiangan gara-gara ga dengar alarm bunyi pagi-pagi. Di
rumah sakit ini, aku bisa segera bangun hanya dengan panggilan “Le..” dari Ibu,
bahkan meskipun dengan suara rendah. Telingaku seperti kemasukan radar dengan
sensitivitas suara yang tinggi. Wow deh. Pokoknya aku di sini sekarang mendadak
jadi lebih rajin. Oke, meskipun kesimpulan ini sedikit tidak nyambung antara
rajin, pemaparan contoh tentang bangun kesiangan dan panggilan Ibu, tapi memang suara panggilan dari Ibu adalah alarm
alami yang nggak bakal tergantikan seumur hidup.
Aturan yang kedua, telaten.
Menyuapi makan, memijat kaki dan
tangan, dan memakaikan pampers adalah hal yang harus aku lakukan selama Ibu
masih dalam tahap awal pemulihan. Okey, mungkin aku nggak jago menyuapi makan
Ibu. Tapi percayalah, nggak ada kaitannya antara jomblo sama nggak jago nyuapi
makan. Yang penting, telaten. Terus soal pijat memijat, aku mewarisi sedikit,
atau mungkin secuil, ilmu mbah kakung-ku yang dulunya orang ‘pinter’. Oke,
lagi-lagi mungkin nggak nyambung ya, antara ilmu orang ‘pinter’ sama bakat
mijet, tapi seriously, memijat ini harus telaten. Hal yang nggak kalah kudu
telaten, adalah memakaikan pampers. Well, anggap saja aku adalah calon ayah
yang baik. Belum punya istri, bahkan pacar, tapi sudah belajar memakaikan
pampers...meskipun ke orang tua. Hehe.
Anyway, semua hal yang harus
dilakukan secara telaten ini mengingatkan aku pada masa kecilku dulu. Aku akui,
dulu aku adalah anak yang rewel, makan susah, sering minta dipijet, dan
ngompolan...oke aku bener-bener akuin itu. Dan membantu Ibu dengan menyuapinya
makan, memijat, dan mengenakan pampersnya, aku jadi mengerti bahwa dulu Ibu
pasti berusaha keras melakukan semua hal itu ke aku. Dan ini adalah waktunya
aku membalas kebaikan Ibu yang tidak terhingga itu.
Aturan yang ketiga, sabar.
Kalau sabar adalah mata kuliah,
aku pasti sudah dapat E. Hanya saja kali ini berkat otakku yang tahu situasi,
aku jadi berusaha lebih sabar dan mencoba menahan semua emosiku yang berlebihan,
dalam hal apapun. Misalnya ketika Ibu sedikit cerewet dalam mengingatkanku
untuk mandi, makan, dan lain-lain. Dulu, sampai sekarang sih, aku sedikit malas
kalau orang lain mengatur-atur jadwal pribadiku, bahkan Ibu sekalipun. Tapi ya
aku dengarkan saja apapun yang Ibu ucapkan soal lekas mandi dan segera makan.
Meskipun sedang sakit, tapi Ibu masih tetap rajin kalau mengingatkanku tentang
macam-macam. Well, aku memang malas diingatkan terus-terusan, tapi hal ini juga
yang membuatku kangen sama Ibu kalau sedang di kos. Hehe.
Intinya, kudu rajin, telaten, dan
sabar. Yauda sih gitu aja.