Twitter

Senin, 13 Mei 2013

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #2: Pulang yang Tidak Pulang




Di perjalanan menuju rumah sakit yang ada di pikiranku hanya Ibu. Aku masih tidak percaya, beliau yang enerjik dan biasa bekerja dengan porsi berat di dapur mendadak terserang penyakit yang membuatnya setengah lumpuh. Bapak hanya menceritakan sedikit bahwa ibu ada radang syaraf di tulang belakang. Dan ini menyebabkan ibu tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya karena kaku. Aku jadi menerka-nerka, apa mungkin ini stroke?

Usia ibuku sudah tidak muda. Stroke, adalah penyakit mainstream yang biasa aku dengar di kalangan orang-orang yang mau pensiun. Well, ya, Bapakku pensiun bulan September. At least, aku dan sekeluarga bersyukur Ibu sakit pas Bapak belum pensiun, jadi ini masih tanggungan perusahaan.

Aku sampai di rumah sakit. Di sini, di kamar 217 ini, aku bertemu dengan kedua orang tuaku. Biasanya mereka menyambutku dengan senyum yang mengembang. Kali ini, ada yang menghambat senyum itu berkembang dari wajah mereka. Ya, bisa dikatakan aku ‘pulang’, karena bertemu dengan kedua orang tuaku. Tapi sayangnya, aku pulang tapi tidak untuk pulang. Aku punya misi untuk mendampingi Ibuku sampai beliau sembuh.

Pukul 8 malam hari, Bapak meninggalkan aku dan Ibuku di kamar ini. Sempat terlintas dalam benakku bahwa aku akan betah di sini. AC, kamar mandi dengan air hangat, serta televisi kabel, semuanya adalah fasilitas langka yang jarang aku rasakan sebagai anak kos (I admit it, though). Well, tapi siapa yang mau betah di rumah sakit? Aku marah sama pikiranku yang membetahkan diri di sini. Aku harus berusaha membantu dan mendampingi Ibu agar bisa lekas keluar dari tempat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar