Twitter

Kamis, 04 Juli 2013

UAS: Ujian Akhir Serabutan part 3 : Stage Video Art Creation

Okay, cerita Ujian Akhir Serabutan belum selesai. Sekarang aku mau share video art hasil karya Tim Kreatif  Hutkom 25 yang diketuai oleh teman saya Idame Kinanti.

Yah, bangga dikitlah, meskipun cuman berperan sebagai editor di video art ini, tapi hasilnya waktu band-band manggung di Sutos (acara Motion, serangkaian Hutkom 25), panggung rasanya hwow banget dah. Hehe

Tulisan yang beranimasi itu adalah karya teman saya Sakti Aji, salah satu anggota Tim Kreatif yang paling sabar dan totally work-out dalam menyumbang desain-desain di Hutkom 25. Sedangkan yang kreatif mencarikan bahan-bahan untuk diolah di editing, termasuk background di video, ada teman saya lagi si Agradi Aryatama yang disponsori oleh Google dan Youtube buat nyari materi di mana-mana.

Sayangnya, pas video art band Taman Nada di play, ada red area, kutukan dari After Effects yang rendernya agak 'anu' di laptopku -_-
Sekarang udah aku perbaikin. Tapi semacam percuma gitu, soalnya aksi panggung Taman Nada di acara Motion udah lewat, pfft.

Ya setidaknya sekarang uda aku perbaikin dan semoga bisa jadi pelajaran juga buat semua yang suka main-main video-art, agar rajin-rajin mengecek video pasca render, dari software editing apapun, khususnya Adobe After Effects. Biar nanti gak ada red area atau blocks yang kecolongan gara-gara ada hasil render yang gagal.

Well, inilah karya kami, dari Tim Kreatif Hutkom 25, semoga bisa dikritisi atau jadi bahan inspirasi. :)


View on YouTube

View on YouTube

View on YouTube

View on YouTube

Selasa, 02 Juli 2013

"Misi Menaklukkan Kawah Ijen" Chapter IV : Ijen, Terbayar Sudah...

Menyambung cerita sebelumnya. Aku dan rombongan belakang berhasil menyusul rombongan depan. Dan beberapa orang dari barisan awal sudah berangkat menuju kawah.

Aku kemudian bersiap menuju kawah. Aku tanyakan pada mereka yang beristirahat di tepi tanjakan, apa ada yang mau ikut atau tidak. Well, akhirnya tidak ada yang menjawab, hingga akhirnya aku mantapkan diri untuk segera menyusul empat orang kawan yang sudah di depan.

Berbekal jaket dan tas kamera, aku mulai menuruni track dari gunung menuju kawah. Tidak ada yang bisa aku lihat karena kabut. Dengan jarak pandang yang berbatas, aku berhati-hati menuruni kawah. Akhirnya sampai di titik tertentu di tanjakan turun, jarak pandang mulai terbuka. Dari kejauhan aku lihat ada sesuatu yang berkobar di bawah. Ya, Blue Fire di depan mata!

Aku semakin bersemangat menuruni kawah. Sembari melewati bebatuan aku sering berpapasan dengan para penambang yang semangatnya seperti tidak pernah ada batasnya. Akhirnya kelelahan yang aku rasakan pun tidak aku hiraukan. Aku terus menyusur jalan turun. Hingga akhirnya headlamp-ku menangkap sosok-sosok yang aku kenal. Ya, keempat temanku yang ada di depan. Mereka ternyata sedang menapaki jalan kembali.

Katanya, kondisi di sekitar Blue Fire sudah sedikit berbahaya saat itu. Makanya, mereka kembali. Yah beruntung untuk temanku. Mandor. Ia berhasil mengabadikan Blue Fire dari jarak dekat. Aku hanya mengandalkan lensa kit dari kameraku untuk menjangkau Blue Fire dari kejauhan. Dengan situasi yang gelap, aku tingkatkan ISO setinggi mungkin, dan fokus mengandalkan perkiraan, akhirnya...voila! Inilah potret paling bagus yang aku peroleh.


Sedikit menyesal, aku tidak menyusul dengan cepat. Karena hasil foto paling bagus pun cuma kelihatan Blue Fire-nya dikit. Yah, okelah, yang penting mata telanjangku benar-benar puas menikmati pemandangan subuh di Kawah Ijen. :)

Seiring pagi mulai datang, akhirnya aku dan empat orang temanku ini beranjak pergi dari kawah. Semakin pagi akhirnya kami menjumpai teman-teman kami yang dari tadi di atas mulai turun menyusul kami. Aku tersenyum puas, semua tenaga yang aku keluarkan untuk menuruni kawah sudah terbayar walau hanya melihat Blue Fire dari kejauhan.

Yah, akhirnya setelah aku kembali ke atas, aku dan teman-teman menyempatkan foto sebentar di puncak Ijen. Hasilnya lumayan jadi kenang-kenangan nih.


Haaaah.. Hehe :)
Dengan ini, saya deklarasikan: Ijen, terbayar sudah!

"Misi Menaklukkan Kawah Ijen" Chapter III : On Fire To The Blue Fire!

Pendakian dimulai!

Kami berangkat bersama dari perkemahan. Langkah kami berderap mengisi malam yang sunyi. Kabut dan jalan yang masih kabur menetap di pandangan kami. Ada satu hal lagi selain mencapai puncak Ijen, yang memotivasiku untuk segera sampai. Blue Fire!

Di jalan, kami menemui banyak sekali penambang belerang yang sedang menapaki jalan naik dan turun untuk mencari nafkah. Satu hal yang aku salut. Beban yang ada di pundak penambang itu tidak enteng. Tetapi langkah mereka selalu mendahului kami. Stamina yang mereka tunjukkan di jalan menuju puncak seakan memotivasi kami para pemuda agar tidak pantang menyerah mendaki sampai ke tujuan.

Kami berangkat dengan semangat yang tinggi. Namun sayang, karena beberapa dari kami memiliki batas tenaga yang berbeda, akhirnya rombongan yang tadinya bersama terpisah menjadi dua bagian. Rombongan depan dan rombongan belakang. Dan aku termasuk di belakang. Dan yang disayangkan lagi, salah satu anggota pendakian, Mbak Hutami akhirnya mendeklarasikan diri untuk mundur dari pendakian, setelah tenaga yang dikeluarkannya sudah sampai batas. Mas Gimon yang memimpin dari belakang mengantar Mbak Hutami kembali ke perkemahan. Tapi salut sama Mas Gimon, meskipun sempat kembali turun, namun ia berhasil menyusul kami rombongan belakang, bahkan staminanya masih terlihat melebihi kami yang sering berhenti beristirahat.

Menyadari batas tenagaku sendiri, aku melangkah dengan sabar, tetap berusaha tidak memisah dan ikut saling menjaga barisan agar tidak ada yang tertinggal. Yah, lumayan. Aku ada stok obat-obatan di tas. Berasa jadi semacam tim medis tunggal di rombongan belakang. Hehe.

Dengan berbekal niat dan kemauan yang kuat, akhirnya kami sampai di puncak! Nggak cuman itu, akhirnya kami bisa menyusul rombongan depan. Yah meskipun pada akhirnya kami ikut bergabung berdiam salah satu tepi bukit dengan barisan depan, kami yang berada di belakang setidaknya lega sudah sampai di sini. Tapi bagiku ini masih belum cukup. Masih ada satu hal yang belum aku capai: Blue Fire!


Katanya teman-teman, ada empat dari anggota tim pendaki yang sudah turun duluan untuk menyaksikan Blue Fire. Dengan sedikit bertanya-tanya pada tenaga diri sendiri, akhirnya tercetus di pikiranku untuk menyusul empat orang dari barisan depan itu. Yep, akhirnya aku mantapkan diri, dan aku mulai bersiap fisik dengan melepas jaket di puncak Ijen itu. Aku masih percaya teori melawan dingin dengan membiasakan rasa  dingin merasuki tubuh. Dan, akhirnya teori itu sedikit berguna juga sih, ketika aku mengenakan jaket kembali, rasa dingin sudah tidak seberapa terasa lagi. Well, aku siap menuju Blue Fire!

"Misi Menaklukkan Kawah Ijen" Chapter II : Titik Awal Pendakian!

Ah, akhirnya.
Setelah sekian lama tidak melanjutkan cerita Commcamp 2 yang ke Kawah Ijen, akhirnya aku merasa berdosa dan seperti merasa harus menulis kelanjutan ceritanya. Hup hup!

Jadi, saat itu kami rombongan commcamp meninggalkan pos penjagaan Teluk Hijau. Kami berangkat menuju pos check point (aku lupa nama posnya) Kawah Ijen, dengan estimasi sampai di tempat pukul 21:00. Well, as usual. Ada aja yang seru, yang gak bakal kepikiran buat ditemu di jalan. Mulai dari cerita si Jemblung yang ditanya orang gila di depan masjid tempat kami beristirahat, terus ada lagi pak supir yang sempet beli handphone pas kami lagi istirahat, sampai akhirnya ketika jalan sudah dekat dengan pos check point, kami harus melewati jalan hutan tanpa penerangan dan naik turunnya 'ndewa'. Well, kata-kata yang aku tulis nggak bisa nggambarin gimana seremnya jalan yang dilewatin bis kami. :|

Kira-kira, sudah seperempat jalan di bukit dekat pos check point, hawa dingin mulai menyerang. Beberapa diantara kami mulai mengenakan sarung tangan dan pakaian pelindung dingin lainnya. Well, di sini aku melihat pemandangan bulan yang lumayan sayang bila dilewatkan. Cantik. Jendela atas bis terbuka. Namun akhirnya kemudian ditutup, karena pertimbangan hawa dingin yang semakin banyak masuk. Brr.

Beberapa saat kemudian, kami sampai di pos check point. Yah, lumayan. Setidaknya masih ada satu warung yang berjualan di pintu masuk. Kopi hangat pun mengawali kegiatan malam hari ini. Sayangnya aku lupa, jam berapa saat kami touch down di pos ini. Nggak lama kemudian, kami mulai mendirikan tenda di sebuah pendopo. Sebenernya lebih asik dan kerasa nuansa kempingnya kalo di atas rumput sih. Tapi sayangnya saat itu rumput sedang basah. Dan kami nggak mau ambil resiko kedinginan saat beristirahat.

Dengan semangat kerjasama, mengandalkan senter dan tangan satu sama lain, kami berhasil mendirikan sejumlah tenda di atas pendopo yang kami jadikan 'rumah' untuk istirahat sebelum pendakian dini hari kami. Nah, ini adalah salah satu tenda yang mengisi sudut pendopo, yang dibuat dapur perapian oleh si Mandor dan kawan-kawan.


Coba hitung, berapa jumlah tenda yang kami dirikan, hahaha. Jadi, ini seperti ada pembagian kubu. Kubu yang pertama Mandor dkk memasak nasi sampek kenyang. Kubu kedua di seberang memasak nasi goreng, lengkap dengan mentega, sosis, dan segala sesuatu yang nikmat untuk disantap di alam liar. :|
Otomatis, aku ikut kubu kedua. hehe.


Kelihatan terang soalnya aku pake flash sih motretnya. Kalo kondisi yang sebenarnya ya gelap, peteng dedet. :|
Hal-hal biasa pun menjadi unik, seperti buang air kecil ketemu kunang-kunang, jalan kaki tanpa penerangan kadang harus berhati-hati. Biasa ya? haha, buat aku ini unik. Berkumpul dengan banyak kawan di satu tempat, saling membantu untuk bisa survive dan punya tujuan yang sama: mencapai Kawah Ijen!

Oke, setelah puas ikut menyantap hidangan dari dapur kubu kedua, mataku mulai tidak bisa diajak kompromi. Akhirnya aku harus merebahkan diri di salah satu tenda, mencoba tidur, walau aku sendiri nggak percaya kalau bisa tidur dengan kondisi seperti ini. Tapi akhirnya tidur juga, hehe. Cerita tidur yang unik nggak ngalahin cuman si Dianto. Tidur di tenda cewek, berenam, dia cowok sendiri. Untungnya si Dianto anak baik-baik sih, meskipun rada absurd, sehingga ia kayaknya malah jadi satpam yang jagain cewek-cewek tidur. Hahaha.

Mataku terbangun. Aku lupa jam berapa.
Aku cuma melihat beberapa anak terlihat bersiap-siap meninggalkan perkemahan. Kemudian sembari mengumpulkan nyawa, aku mulai menyadari. Ini sudah waktunya mendaki!

Sekitar dini hari pukul 01:00 (kalau tidak salah), kami serentak meninggalkan perkemahan kami. Membawa bekal dan peralatan seperlunya, kami siap menuju Kawah Ijen!

UAS: Ujian Akhir Serabutan part 2 : Video Time!

Okay, ini nggak ada hubungannya sama Ujian Akhir Semester. Tapi video-video di bawah ini berkontribusi juga membuat UAS-ku menjadi semakin serabutan. Agak capek juga ngedit-ngedit ginian. Tapi setelah videonya jadi, seneng juga. Hehe.

Well, silahkan intip di yutub langsung, buat like :p

Ini video Commfish, acara mancing santai sebelum UAS, hehe. Lumayan aku dapet ikan tiga di sini. Sayangnya, pas aku dapet ikan gak kerekam. Pfft.
http://www.youtube.com/watch?v=9cVHdvP1aSQ

Yang berikutnya, di bawah ini adalah video Commcamp season 2. Kayaknya uda aku posting ceritanya. Meskipun belum lengkap maybe, hehe. Tapi setidaknya ini videonya aku share lah, monggo diintip
http://www.youtube.com/watch?v=me6iptS9FOQ

Nah ini, pas aku ngedit video highlight HUT Komunikasi yang akan diputar di Commnight ini, aku ngerasain rasanya jadi editor di lapangan. Bener-bener dah, aku ngedit ditemani hujan dan angin, pas aku di kampus dengan beberapa teman saja, sampai pagi. :|
Tapi hasilnya memuaskan, banyak yang suka. Hehe. Semoga yang baru nonton juga suka deh.
http://www.youtube.com/watch?v=3kLylYq_ZWk

UAS: Ujian Akhir Serabutan part 1 : DKV!

Nggak kerasa, kuliah uda sampai di akhir semester empat aja. Kali ini, Ujian Akhir Semester (UAS) yang aku lakoni berasa serabutan semua. Yep, berantakan.

Aku nggak tahu jadwal, nggak pernah belajar, ah, modal niat tipis-tipis juga nanggung.
Tapi setidaknya, semester empat ini aku merasa lebih produktif. Oke, selain tugasnya yang banyak take home, semester empat ini juga membuatku semakin merasa fokus pada satu bidang: desain dan editing!

Sayang sekali, kayaknya mata kuliah yang berhubungan langsung dengan editing masih belum ada pencerahan. Well, pengen rasanya sekali aja aku kuliah dan berniat ngejar nilai A. Sejauh ini, aku kuliah nggak pernah ada yang dapet A. Semuanya nanggung. Paling mentok AB. Yah tapi gimanapun juga disyukuri aja deh. Hehe.

Eniwei, inilah beberapa karya saya di DKV, mulai dari yang awal aku masuk ngambil kuliah DKV sampai UAS, hehe. Gak urut sih, tapi setidaknya semua desain ini worth it lah, buat aku sendiri. Yang di bawah ini, adalah tipografi dengan warna.


Yang berikutnya ini, adalah membuat simbol yang merepresentasikan diri sendiri, beserta penjelasan. Ini digambar dengan pensil dan difoto dengan kamera. Ada penjelasannya di bawah, tapi males njelasinnya deh. hehe


Yang di bawah ini tugas mendesain ulang logo Unair. Mungkin aku terpengaruh sama imajinasiku yang gak jauh-jauh dari makhluk game dan kartun. Jadi deh Unair versi digimon ini, hahaha.


Yang di bawah ini, tipografi akhir sebelum UTS. Ini adalah tipografi yang dibuat dengan menyatukan kata dan foto. Well, setidaknya aku adalah peserta yang mengumpulkan karya tipografi foto pertama. Selesai kelas langsung bikin, dan jam 5 sore resmi sent ke asdos :p


Yang ini adalah tugas tipografi pertama. Hitam putih, dan dipadu dengan kata-kata yang mempersuasi. Karena aku suka main game dan aku rasa game itu bermanfaat, jadi deh poster ini.


Yang satu di bawah ini, membuat simbol dengan nama. Kayaknya nggak perlu aku jelasin lagi kenapa hasilnya kayak di bawah ini. Hehe
Ini dia, ujian tengah semester! Tipografi hitam putih, warna, sampai foto. Well, aku sendiri juga merasa kurang maksimal. Aku saat pamerannya diadakan, lagi jaga ibu di rumah sakit. Karena itu aku ngerasa kayaknya udah sepantasnya kalo nilai UTS-ku kurang. Hehe.


Daaan, ini dia. Ujian Akhir Semesternya! Membuat poster yang berisi pesan dengan klien dari Aliansi Jurnalis Independen. Kemudian, untuk yang non-poster, ada pilihan untuk membuat booklet, brosur, atau postcard. Banyak yang milih postcard. Dan rasanya, aku pengen nyoba yang beda dengan yang lain, jadinya aku pilih booklet. Meskipun desainnya agak lama bikin, tapi hasil cetaknya memuaskan, hehe.



Voila!
Tinggal menunggu hasil nilai dari UAS ini. Nggak berharap banyak, tapi semoga sesuai dengan semangat berkarya saja deh. :D


Kamis, 23 Mei 2013

Nganggur Section: Display Picture Making

Beberapa gambar di bawah ini adalah hasil kengangguren saya dalam membuat desain DP (Display Picture) di BlackBerry Messenger.

Well, just take a look.








Senin, 13 Mei 2013

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #8: Hari Untuk Pulang dan Kembali




Hari ini, Jumat 10 Mei 2013, Ibu akhirnya bisa kembali ke rumah Tuban. Kemarin dokter sudah memberi izin untuk pulang. Sebenarnya, tenaga Ibu masih belum 100% pulih. Tapi semangat Ibu untuk sembuh dan rajin melatih ototnya bergerak itu yang membuat dokter yakin kalau Ibu pasti bisa sembuh dari penyakit GBS meskipun sudah tidak rawat jalan lagi. Setelah ini, Ibu hanya diwajibkan kontrol seminggu sekali. Tapi itu lebih baik, daripada harus berada di kamar pesakitan dan jauh dari orang-orang rumah. Lagian, bertemu dan berkumpul dengan orang-orang yang disayangi itu menurutku sudah menjadi obat tersendiri bagi Ibu. Hehe.

Well, kalau hari ini Ibu pulang, berarti ini saatnya juga aku untuk kembali. Aku sudah terlalu lama menghilang dari peredaran kampus. Setidaknya aku harus mulai aktif kembali untuk menyesuaikan dengan semua yang di sini.

Tepat pukul 12.30 siang, usai berkemas dengan Bapak dan dibantu Mbak Lia sepupuku, Ibu pun diantar sampai duduk di kursi mobil. Aku pun menyalami Ibu, dan pamit kembali ke Surabaya, dilanjutkan dengan berpamitan ke Bapak. Pintu mobil sudah ditutup, aku berjalan menuju parkiran motor dengan Mbak Lia, dan aku lihat mobil Bapak dan Ibu keluar dari gerbang rumah sakit. Aku pun mengucapkan terima kasih ke Mbak Lia karena sudah dibantu, dan akhirnya aku menuju motorku yang ku letakkan sedikit jauh di pojokan. Lega rasanya, Ibu sudah sembuh.

Sembari mengencangkan slayer di hidung dan mengenakan sarung tangan, pikiranku mulai terhenyak sedikit. Aku tiba-tiba seperti merasa asing dengan motorku, bahkan pikiranku sendiri. Entah, aku mungkin hanya berlebihan. Akhirnya aku hentikan paksa pikiran untuk berpikir macam-macam. Lekas aku gas motorku dan keluar dari rumah sakit, menuju Surabaya ibu kota Jawa Timur.

Singkat cerita, aku sampai di kos pukul 4 sore hari. Dan sepertinya waktunya tepat dengan waktu keberangkatanku ke Gresik, yang itu berarti aku sudah meninggalkan Surabaya 2 minggu lamanya. Benar saja, di parkiran motor rumah sakit aku sedikit merasa aneh. Di kosanku apalagi, aku malah merasa seperti alien di sini.

Pikiranku kacau. Aku seperti nggak tahu harus apa. Orang-orang tidak ada di kos, hanya ada Buk Sum yang sedang bersih-bersih kamar. Aku pun sempat ditanyai tentang Ibuku oleh Buk Sum ini. Ternyata Tyan, temen sejurusan yang juga sekosanku ngasih tahu Buk Sum kalau aku ke luar kota karena Ibuku sakit. Well, pembicaraan singkat ini tidak membantuku lepas dari rumitnya pikiranku. Aku menuju kamar, dan akhirnya aku bersihkan sedikit barang-barang di kamarku. Karena pikiranku yang masih ‘jetlag’, aku menuju balkon lantai dua untuk mencoba mencari udara segar.

Aku kembali. Itu yang ada di pikiranku. Tapi kemudian beberapa pertanyaan menyertai.

Bisakah aku mengikuti agenda kegiatan bulan ini?

Bisakah aku membantu progress usaha teman-temanku di sini?

Bisakah aku kembali berkoordinasi dengan yang lain?

Bisakah aku berguna?

Ah, I’m overthinked. Kemudian aku putuskan untuk kembali ke kamar dan rebahan. Akhirnya, aku perintahkan badan ini untuk tidur. Dan aku paksakan pikiranku untuk ‘sehat’, hingga ada satu kesimpulan yang bisa membuatku tidur nyenyak. Apapun yang terjadi saat ini, entah aku benar-benar bisa kembali atau tidak, aku tetap harus melakukan apa yang harusnya aku lakukan, dan membantu apa yang bisa aku bantu di sini.

Berpikir saja tidak akan membawa tubuh ke mana-mana.

Semangat!

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #7: How To Be A Good Mom’s Keeper




Aku bukan orang yang rajin, apalagi telaten. Tapi sekarang mau nggak mau ya aku harus bisa rajin dan telaten untuk membantu Ibu melakukan aktivitas. Seperti makan, sikat gigi, minum obat, hingga melatih tangan dan kakinya supaya bisa bergerak lagi. Okey, sebagai seorang anak laki-laki yang (berusaha) berbakti, aku harus bisa menunjukkan kalau aku telaten membantu Ibu di sini.

Aturan yang pertama, rajin.

Ibu adalah seorang pekerja keras. Dulu bahkan Ibuku seorang atlit voli. Tapi karena GBS ini, Ibu jadi lemah sendi dan otot-ototnya. Semua aktivitas mau nggak mau ya harus dibantu.

Aku adalah anak yang pemalas, suka bangun kesiangan, nggak pernah rapi dan serba berantakan. Tapi kalau sudah berhadapan sama urusan ginian ya aku harus bertransformasi jadi alterego-ku yang sebaliknya. Okey, maksa sih. Tapi otakku ini tahu situasi kok. Aku di kosan sering bangun kesiangan gara-gara ga dengar alarm bunyi pagi-pagi. Di rumah sakit ini, aku bisa segera bangun hanya dengan panggilan “Le..” dari Ibu, bahkan meskipun dengan suara rendah. Telingaku seperti kemasukan radar dengan sensitivitas suara yang tinggi. Wow deh. Pokoknya aku di sini sekarang mendadak jadi lebih rajin. Oke, meskipun kesimpulan ini sedikit tidak nyambung antara rajin, pemaparan contoh tentang bangun kesiangan dan panggilan Ibu,  tapi memang suara panggilan dari Ibu adalah alarm alami yang nggak bakal tergantikan seumur hidup.

Aturan yang kedua, telaten.

Menyuapi makan, memijat kaki dan tangan, dan memakaikan pampers adalah hal yang harus aku lakukan selama Ibu masih dalam tahap awal pemulihan. Okey, mungkin aku nggak jago menyuapi makan Ibu. Tapi percayalah, nggak ada kaitannya antara jomblo sama nggak jago nyuapi makan. Yang penting, telaten. Terus soal pijat memijat, aku mewarisi sedikit, atau mungkin secuil, ilmu mbah kakung-ku yang dulunya orang ‘pinter’. Oke, lagi-lagi mungkin nggak nyambung ya, antara ilmu orang ‘pinter’ sama bakat mijet, tapi seriously, memijat ini harus telaten. Hal yang nggak kalah kudu telaten, adalah memakaikan pampers. Well, anggap saja aku adalah calon ayah yang baik. Belum punya istri, bahkan pacar, tapi sudah belajar memakaikan pampers...meskipun ke orang tua. Hehe.

Anyway, semua hal yang harus dilakukan secara telaten ini mengingatkan aku pada masa kecilku dulu. Aku akui, dulu aku adalah anak yang rewel, makan susah, sering minta dipijet, dan ngompolan...oke aku bener-bener akuin itu. Dan membantu Ibu dengan menyuapinya makan, memijat, dan mengenakan pampersnya, aku jadi mengerti bahwa dulu Ibu pasti berusaha keras melakukan semua hal itu ke aku. Dan ini adalah waktunya aku membalas kebaikan Ibu yang tidak terhingga itu.

Aturan yang ketiga, sabar.

Kalau sabar adalah mata kuliah, aku pasti sudah dapat E. Hanya saja kali ini berkat otakku yang tahu situasi, aku jadi berusaha lebih sabar dan mencoba menahan semua emosiku yang berlebihan, dalam hal apapun. Misalnya ketika Ibu sedikit cerewet dalam mengingatkanku untuk mandi, makan, dan lain-lain. Dulu, sampai sekarang sih, aku sedikit malas kalau orang lain mengatur-atur jadwal pribadiku, bahkan Ibu sekalipun. Tapi ya aku dengarkan saja apapun yang Ibu ucapkan soal lekas mandi dan segera makan. Meskipun sedang sakit, tapi Ibu masih tetap rajin kalau mengingatkanku tentang macam-macam. Well, aku memang malas diingatkan terus-terusan, tapi hal ini juga yang membuatku kangen sama Ibu kalau sedang di kos. Hehe.

Intinya, kudu rajin, telaten, dan sabar. Yauda sih gitu aja.

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #6: Kangen Obrolan Kampus




Okay, ini cuma sekedar curhatan aja sih.

Baru kali ini aku ngerasa aku kangen obrolan kampus, padahal satu sisi aku juga ingin liburan. Tapi ya karena aku sekarang tidak sedang liburan, mungkin itu yang menyebabkan aku kangen sama obrolan dan teman-teman di kampus.

Harusnya beberapa hari ini aku ikut membantu acara Hutkom, launching Himakom, sampe ongkrah-ongkrah laboratorium, dan bantuin temen-temen yang ada di Sinematografi. Tapi ya sudahlah. Aku di sini punya misi yang lebih penting. J

But it’s a relief. Ada Tatit dan Kopler, kedua teman jurusanku, yang bela-belain jauh-jauh dari Surabaya, gak pake ngomong mau mampir, langsung menuju kamarnya Ibuku. Dan kehadiran kedua makhluk ini lumayan mengobatiku ngobrol bicara seputar kampus.

Beberapa hari kemudian, ada Reyhan, sobatku dari Riau yang berkendara seorang diri dari rumah neneknya langsung menuju sini, kemudian disusul Agung, temanku yang aseli Gresik, meramaikan suasana di kamar pasien ini. Terlebih lagi aku dibelikan mie setan malamnya, dan mie ini sukses membuat perutku panas sepanjang jam tidur berlalu. Pfft.

Aku senang, masih ada beberapa teman yang sempat ke sini walau ada kesibukan juga di Surabaya. Tapi bukan berarti aku menilai yang lain tidak peduli. Aku mengerti, di Surabaya pada bulan Mei ini memang sedang banyak acara. Dan harusnya aku memang tidak menyusahkan mereka semua. Doa yang mereka ucapkan untuk Ibuku sudah lebih daripada cukup.

Terima kasih teman-teman. J

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #5: Infeksi yang Tak Terdeteksi




Aku menulis ini hari Rabu, 8 Mei 2013. Dan sampai sekarang infeksi yang menyebabkan GBS pada Ibu belum diketahui. Hanya saja aku bersyukur, hari ini tepat 2 minggu Ibuku masuk rumah sakit, dan alhamdulillah Ibu sudah bisa berdiri dan berjalan sendiri, walau masih tertatih dikit-dikit. Beda sekali dengan kondisi Ibu ketika awal masuk rumah sakit.

Ibu masuk Rumah Sakit Semen Gresik, Tuban, pada hari Rabu 24 April 2013. Kondisi Ibu di sini semakin memburuk. Atas rujukan dokter, Ibu dibawa ke Rumah Sakit Semen Gresik (RSSG), Gresik, pada hari Jumat 26 April 2013 agar bisa ditangani langsung oleh dokter Yusuf, dokter syaraf yang ada di RSSG Gresik.

Dari awal Ibu sudah difoto ronsen bermacam-macam. Bahkan sampai di RSSG Gresik, Ibu masih difoto lagi. Tapi kali ini fokusnya ke paru-paru. Karena dokter mencurigai adanya infeksi di bagian situ. Aku pun ikut meyakini, karena setahun yang lalu kalau tidak salah, Ibu sempat batuk-batuk parah. Tapi sama dokter cuma dikasih obat batuk biasa. Asumsiku, barangkali itu batuk ada kaitannya sama infeksi di paru-paru. Hingga akhirnya dokter syaraf bekerja sama dengan dokter paru-paru, kemudian Ibu di-USG dan foto lagi, eh, ternyata dokter paru-paru menyatakan tidak ada infeksi di bagian situ.

Aku menjadi semakin heran. Lantas di mana infeksinya?

Liver pun dicek oleh dokter Yusuf, tetapi hasilnya juga nihil. Lantas aku ingat Ibu sempat operasi patah tulang di kaki beberapa bulan lalu, dan Ibu pernah sambat jahitannya kebuka. Akhirnya aku sampaikan itu ke dokter, dan dokter pun saat ini sedang menelitinya.

Well, di mana pun infeksinya, aku harap tidak ditemukan di bagian vital. Aku cuma ingin infeksinya segera ditemukan dan Ibu bisa lekas memperoleh penyembuhan yang maksimal.

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #4: Guillain Barre Syndrome



Penyakit ini adalah salah satu dari beberapa penyakit langka yang membuat syaraf gerak bermasalah. Well, aku share sedikit pemahamanku mengenai penyakit ini. Jika ada yang salah, mohon koreksinya ya.

Sepemahamanku, penyakit ini adalah penyakit ‘nebeng’ yang perlu diwaspadai. Karena penyakit ini sebetulnya disebabkan oleh adanya infeksi di dalam tubuh terlebih dahulu. Jadi, sistemasi timbulnya penyakit ini diawali oleh infeksi di dalam tubuh (bisa juga disebabkan bekas operasi yang tidak beres) kemudian virus menyebar di peredaran darah pasien. Nah, imun dari tubuh pasien tidak bisa membedakan sel syaraf dan virus yang harus dilawan. Imun justru menyerang sel syaraf penggerak, dan ini berakibat syaraf penggerak jadi bermasalah sehingga beberapa anggota tubuh seperti tangan dan kaki jadi tidak bisa digerakkan.

Selengkapnya tentang GBS, aku baca di www.camar25.com/2012/11/radang-syaraf-penyebab-kelumpuhan.html

Ngeri, sebenernya. Kalau sampai tahap yang fatal bisa menyerang pernafasan. Selain itu penyembuhannya memakan waktu lama. Tergantung sudah seberapa parah penyakitnya ketika dibawa ke rumah sakit sih. Untung, ibuku cepat dilarikan ke rumah sakit.

Kronologisnya, Ibu sempat terjatuh di restoran pada hari Minggu 21 April 2013, tapi jatuhnya nggak parah sih, tapi sempet curiga ini penyebabnya. Senin 22 April 2013, Ibu menemani Bapak pergi ke Batam. Ibu tidak merasakan apapun yang aneh awalnya. Hingga Selasa 23 April 2013, Ibu merasakan kesemutan di tangan dan kaki. Tapi ibu masih sanggup berjalan dari hotel sampai ke gedung acara yang jaraknya lumayan jauh. Kemudian Rabu 24 April 2013, kesemutan di tangan dan kaki Ibu sudah luar biasa rasanya. Akhirnya Bapak yang membawa dan mengurus semua barang-barang yang dibawa mereka ke Batam. Pokoknya Ibu tidak boleh terbebani apapun. Sampai akhirnya tiba di bandara Ibu sudah lemas. Tepat Rabu malam, Ibuku sampai di rumah, kemudian langsung dilarikan ke Rumah Sakit Semen Gresik yang di Tuban.

Jadi, tidak ada jeda sama sekali di kasusnya Ibuku. Aku rasa, penanganan di Ibuku sudah benar-benar cepat. Jadi spekulasiku, Ibu tidak akan memakan waktu berbulan-bulan, seperti contoh penyembuhan GBS yang aku baca di internet.

Penyakit ini bisa dibantu penyembuhannya dengan suntikan Immuno Globulin. Semacam cairan tubuh manusia. Kalo yang diinjeksikan ke Ibuku, mereknya Gammaraas. Beruntung, Ibu ini sakitnya masih tanggungan perusahaan. Kalau tidak mungkin kami bakal berpikir dua kali untuk mengiyakan suntikan Immuno Globulin ini. Bayangkan saja, satu botol kecil itu harganya sekitar 3 jutaan! Sedangkan Ibuku harus diinjeksi obat ini 2 kali sehari, tiap sore dan maghrib, selama 5 hari berturut-turut. Total buat Immuno Globulin doang bisa sampe 30 jutaan. Fyuh.

Untuk obat-obatan yang diminum, aku kurang tahu. Pokoknya ada 2 hingga 4 jenis pil yang biasa diminum Ibu dari pagi sampai malam. Dan Ibu sama Bapak pake nambahin obat penyembuhan dengan membeli obat cina, yang mereknya Niwana (yang katanya Ibuku rasanya kayak pasir) sama Super Green Food (pil yang diminum 10 butir sekali masuk, baunya kayak pakan ikan).

Well aku nggak begitu percaya sama obat cina ini. Tapi ya sudahlah, Bapak dan Ibuku yang percaya obat ini bisa membantu. Jadi aku hanya membantu Ibu mengembalikan kepercayaan dirinya untuk sembuh dengan turut mendukung penggunaan obat-obat sodaranya Binahong ini.

Ada lagi, Ibu percaya sama cerita mas Andik, suami kakak pertamaku, kalau makan pisang bisa membantu nyembuhin otot-otot yang kaku. Kalau ceritanya mas Andik sih ekstrim ya. Katanya ada orang di desa, stroke, terus gak pake obat cuma makan pisang tiap hari uda sembuh sehat wal afiat. Well, tapi akhirnya nambah lagi daftar obat tambahan yang bakal dikonsumsi Ibu: “pisang”.

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #3: Penyakit Langka



Penyakit yang menyerang orang tua di usia lanjut memang variasi, dan rata-rata sedikit berbahaya. 1-2 hari di sini, dokter masih belum bisa mengetahui apa penyakit Ibuku ini. Yang jelas, dokter hanya menyatakan, Ibuku menderita penyakit langka. Aku jadi bertanya-tanya, kalau bukan stroke, lantas apa yang diderita Ibu?
Aku surfing di internet menggunakan handphone android-ku yang sinyal-nya mripit-mripit. Aku ketik keyword di Google, “Penyakit syaraf langka”. Well, loading lama, membuatku kudu sabar. Entahlah, ini rumah sakit sudah di kota tapi tiap masuk kamar ini sinyal jadi rada mbambet. Kalau keluar baru 3G-nya kerasa. Dan di sini aku cuma bisa menggantungkan nasib konektivitas email dan browser ke handphone android yang bersinyal EDGE nanggung ini.

“Guillain Barre Syndrome”, “Progressive Multifocal Leukoencephalopathy”, “Spinal Muscular Atrophy”....
Ketiga penyakit ini ciri-cirinya hampir persis dengan apa yang dialami Ibuku. Tapi dugaanku mengerucut ke “Guillain Barre Syndrome”, yang ciri-cirinya paling persis. Dan benar saja, sore hari Minggu 29 April 2013 dokter melakukan ‘lumbal’ (operasi kecil pengambilan cairan tulang belakang), kemudian hasilnya keluar Senin pagi hari berikutnya, dokter mengatakan, “GBS.”

Aku menjadi semakin gencar googling dan mengabari kakak-kakakku tentang penyakit ini. Kami berusaha  mencari informasi cara penyembuhan di mana-mana. Yang penting, kami ikhtiar dan berdoa semoga Ibu lekas sembuh dari penyakit GBS ini.

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #2: Pulang yang Tidak Pulang




Di perjalanan menuju rumah sakit yang ada di pikiranku hanya Ibu. Aku masih tidak percaya, beliau yang enerjik dan biasa bekerja dengan porsi berat di dapur mendadak terserang penyakit yang membuatnya setengah lumpuh. Bapak hanya menceritakan sedikit bahwa ibu ada radang syaraf di tulang belakang. Dan ini menyebabkan ibu tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya karena kaku. Aku jadi menerka-nerka, apa mungkin ini stroke?

Usia ibuku sudah tidak muda. Stroke, adalah penyakit mainstream yang biasa aku dengar di kalangan orang-orang yang mau pensiun. Well, ya, Bapakku pensiun bulan September. At least, aku dan sekeluarga bersyukur Ibu sakit pas Bapak belum pensiun, jadi ini masih tanggungan perusahaan.

Aku sampai di rumah sakit. Di sini, di kamar 217 ini, aku bertemu dengan kedua orang tuaku. Biasanya mereka menyambutku dengan senyum yang mengembang. Kali ini, ada yang menghambat senyum itu berkembang dari wajah mereka. Ya, bisa dikatakan aku ‘pulang’, karena bertemu dengan kedua orang tuaku. Tapi sayangnya, aku pulang tapi tidak untuk pulang. Aku punya misi untuk mendampingi Ibuku sampai beliau sembuh.

Pukul 8 malam hari, Bapak meninggalkan aku dan Ibuku di kamar ini. Sempat terlintas dalam benakku bahwa aku akan betah di sini. AC, kamar mandi dengan air hangat, serta televisi kabel, semuanya adalah fasilitas langka yang jarang aku rasakan sebagai anak kos (I admit it, though). Well, tapi siapa yang mau betah di rumah sakit? Aku marah sama pikiranku yang membetahkan diri di sini. Aku harus berusaha membantu dan mendampingi Ibu agar bisa lekas keluar dari tempat ini.

Cerita dari Kasur Pendamping Pasien #1: Skala Prioritas




Jumat, 26 April 2013. Aku terkejut mendapati kabar dari Bapak kalau Ibu masuk Rumah Sakit. Apalagi kali ini penyebabnya tidak sama dengan operasi patah tulang kaki beberapa bulan lalu. Ini beda lagi. Katanya radang syaraf tulang belakang. Dan itu membuat ibu tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Seketika seharian itu pikiranku jadi tidak fokus karena memikirkan ibu.

Aku hari ini ada jadwal latihan band dengan teman sejurusan dan rapat di sekre Sinematografi UA, selain itu aku juga meminta tolong Mandor, temanku sejurusan untuk membenahi laptopku. Aku sedikit  kebingungan mengatur waktu. In the end, aku berakhir mengorbankan jadwal latihan band. Padahal aku sudah ngempet pengen gebuk-gebuk drum atau genjreng-genjreng gitar pake distorsi. Tapi ya sudahlah, aku nggak punya waktu banyak.

Setelah laptopku kembali sehat dari sakit Blue Screen Of Dead, aku berterimakasih kepada Mandor, dan menyegerakan diri untuk ke rapat di sekre sinema kampus C. Sebelumnya, aku meminta maaf dulu kepada teman-temanku yang sudah terlanjur aku ajak latihan band. Karena gak enak sama mereka. Aku yang inisiatif ngajak latihan tapi aku sendiri yang mengacaukan.

Sore pukul empat. Aku mempercepat langkahku menuju sekre sinema. Berharap aku bisa segera mengkoordinasi teman-teman divisiku untuk mengadakan 2 acara les edukasi esok dan beberapa hari ke depan. And, voila. Aku justru mendapati rasa sungkan di sekre. Teman-teman sedang mengadakan bersih-bersih sekre. Dan tentu saja, aku sebagai orang yang baru datang dan yang butuh segera bergegas pergi lagi, jadi tidak enak hati. Tapi ya sudahlah. Aku sendiri berusaha menenangkan diriku dan akhirnya bisa mengkoordinasikan semua yang aku rasa perlu didiskusikan sebelum aku cabut. Well, aku nggak pandai menyampaikan pesan. Aku nggak mau alasan ibuku sakit jadi penghambat koordinasiku dengan orang-orang di sini. Tapi at least teman-temanku mengerti dan memahami situasiku saat ini, aku jadi sedikit lega.

Aku mempercepat laju motorku ke kosan. Aku memasukkan barang-barang dan pakaian seperlunya, dengan estimasi aku belum akan kembali ke Surabaya kira-kira seminggu ke depan. Entah, instingku berkata demikian. Tidak ada maksud untuk lari dari rutinitas, ini tentang prioritas!

I still remember a quote from anonymous: “Family is number one.”

Kamis, 21 Maret 2013

"Misi Menaklukkan Kawah Ijen" Chapter I : Sampai Berjumpa Lagi, Teluk Hijau!

Ahoy! Sorry telat ngelanjutin cerita, hehe.

so, sampe di mana ya kita kemarin-kemarin... *buka buka posting*

Jadi, ceritanya kami tim Commcamp 2 sedang dalam perjalanan kembali ke pos penjagaan dari Teluk Hijau. 

Well, perjalanan pulang ini tidak se-lelah berangkatnya sih. Yaa soalnya kami berangkat ndak tau seberapa jauh tujuannya, hehe. Sepanjang jalan pulang ini juga lebih melelahkan sih sebenernya.

Matahari lebih menyengat. Kami harus menapaki jalan kembali dengan sisa tenaga yang sebelumnya sudah hampir kami habiskan di Teluk Hijau. Well, awalnya sih kami semua berniat meninggalkan Teluk Hijau bersama-sama. Singkat cerita kami akhirnya terpisah-pisah lagi. Kelompok yang ngebet mandi dan ganti baju sudah jauh di depan. Dan itu cewek semua. Kecuali Reyhan, Dianto dan Kang Uman :|

Aku menapaki jalan pulang dengan Ayip, Bima, dan Rendy. Selama perjalanan pulang, kami sesekali berhenti untuk istirahat. Matahari siang dan medan yang berliku-liku benar-benar semakin terasa 'sensasi'-nya sekarang. Pfft.

Well, ujung-ujungnya aku berjalan sendiri menyusuri jalan pulang ketika sampai di perkampungan. -_-
Ini foto ketika Bima, Kecenk, dan Ayip meninggalkan aku di belakang -_-


Aku ketinggalan di belakang ini sebenernya juga gak rugi-rugi amat sih. Aku sendiri lagi pengen menikmati alam yang di sekitar bukit ini. Well, ini aku ada pemandangan yang sempet aku foto dari bukit,




Sampai di pos penjagaan, pasukan-pemberani-yang-ingin-mandi-yang-berangkat-lebih-dulu-tadi sudah ramai mengantri di kamar mandi. Yah, aku sendiri juga tidak memungkiri... Aku butuh mandi :|

Melelahkan, memang. Tapi itu semua sepadan dengan apa yang kami dapatkan di Teluk Hijau. Deru ombak yang segar, miniatur air terjun yang sejuk, serta pasir yang bersahabat membuat kami betah berlama-lama di sana. Aku sendiri masih tidak ikhlas meninggalkan Teluk Hijau yang mendamaikan ini.

Tapi, perjalanan masih panjang.

Kawah Ijen menanti di garis depan.

Sabtu, 09 Maret 2013

“Misi Menapaki Teluk Hijau” Chapter IX : Liburan Yang Sebenarnya


HUU YEAH!

TELUK HIJAU J



Ternyata jarak antara Teluk Batu dan Teluk Hijau itu cuman sejengkal dua jengkal doang!

Baru aja aku menapakkan kaki di jalan yang aku kira awalnya bakal masuk hutan lagi. Eh ternyata, aku cuman perlu ngelewatin semak-semak dikit untuk sampai ke Teluk Hijau!

Dan, aku setuju dengan katanya Sitha, "YOIKI LIBURAN TEMENAN", atau ini dia LIBURAN YANG SEBENARNYA, hehe.

Di sini, semua kepenatan dan kejenuhan yang dirasakan selama di perkuliahan dan perkotaan rasanya amblas semua! Kami sangat menikmati waktu berharga kami di sini.

Ada yang mancing ikan macem Jemblunk, sayang gak dapet, hahaha.

Ada yang menuju ke ujung teluk macem mas Bontang dan mas Ejak, disusul rombongan wanita commcampers.

Ada yang bikin istana pasir macem Bima, Elsa, Dianto dan aku. Meskipun harus menangis karena dihancurkan godzilla Gimon.

Ada yang mendirikan markas dan memulai masak-masak macem Mandor dkk.

Ada yang main di air terjun, main air di laut, dan akhirnya, gak di Sempu, gak di sini. Aku tetep jadi manusia pasir asusila yang dibikinin susu dan titit yang gede dari pasir dan kayu. Pfft.


Well, intinya di sini kami bersenang-senang dengan bahagia. Berasa Teluk Hijau ini cuma punya kami saja.

Aku, Sitha, Banjer, Elsa, Kang Uman, Ermeyta, dan beberapa temen lainnya akhirnya bermain air laut bersama. Gelombang ombak yang kadang meninggi itu bikin kami tertawa-tertawa sendiri ketika kami terkena air dan sensasi ‘tarikannya’. Sumpah, ini arusnya deres. Aku aja yang nekat ke tengah tipis-tipis, hampir tenggelam karena terbawa arus. Tapi untungnya aku berenang tepat pas arusnya mengarah ke sungai, akhirnya aku berhasil menyelamatkan diriku sendiri.

Tapi... akhirnya aku kenak batu karang. Punggungku lecet dikit. Yaweslah, maybe itu peringatan buat aku yang sok-sokan ngelawan arus. Padahal arusnya deres bangets, fyuh.


Setelah kami semua puas bermain dengan ombak, kami membersihkan diri di air terjun kecil yang bisa dijumpai di tempat yang agak menyudut di Teluk Hijau.

Oh meen, airnya tawar, dan ini SEGER PUOL. Hahaha.

Setelah membersihkan diri dari pasir dan asinnya air laut di sini, kami bergabung dengan teman-teman yang sudah menyiapkan tenda dan tempat masak-masak untuk mengisi perut sambil bersantai.

Well, aku ngerasa bersalah di sini. Aku baru numpahin susu coklat anget yang udah susah-susah dibuat sama temen-temen. Hiks.

Ada lagi yang seru di sini. Mas Gimon bikin minuman dari campuran nutrisari, air, dan alkohol. Yep, alkohol 70% -_-

Minuman ini ditujukan untuk monyet yang ternyata udah ngintipin aktivitas kami dari atas pohon. Karena dicurigai akan mengganggu, akhirnya Mas Gimon mbikinin minum racikan ini, and....

Voila!

Monyetnya sukses dibuat mabuk K

Setelah puas memabukkan seekor monyet dan kami juga sudah cukup mengisi tenaga, akhirnya sekitar jam 12an kami putuskan untuk kembali ke pos penjagaan.

Duh, sebenernya aku juga masih belum ikhlas ninggalin Teluk Hijau yang asri ini. Tapi ya mau gimana lagi, sebentar lagi kami semua akan menuju ke tujuan utama kami, yang tentunya kami juga harus menyiapkan tenaga lebih.

Kawah Ijen! We'll coming soon!

“Misi Menapaki Teluk Hijau” Chapter VIII : Teluk... Batu


TELUK BATU!

Ya ini, tetangganya Teluk Hijau.

Ternyata kami harus menapaki Teluk Batu ini dulu sebelum ke Teluk Hijau.

Di sini kami istirahat, dan ternyata barisan paling depan telah menunggu kami tim paling belakang di sini. Alhasil, akhirnya kami berkumpul dan beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Teluk Hijau.



Well, setelah beberapa saat memulihkan tenaga, akhirnya kami siap untuk pergi ke Teluk Hijau.

Di Teluk Batu ini ada aliran air tawar loh yang menuju ke laut. Aku sempatkan untuk minum airnya, dan memang airnya ini jernih banget. Oke, meskipun gak menutup kemungkinan airnya ada bekas be’ol atau pipis orang, tapi setidaknya ini bener-bener seger loh, hehe.

Well, setelah berekspektasi macam-macam, ternyata...
jalan ke Teluk Hijau tidak sesuai perkiraan.

“Misi Menapaki Teluk Hijau” Chapter VII : Perjuangan Mbak Hutami


“Bismillahirrahmanirrahim..”

Aku dan tim terakhir menapaki tangga bebatuan menuju Teluk Hijau. Mbak Hutami diduluin sih, dengan si Bima yang mengambil alih posisi terdepan. Well, awal yang sukses sih. Kami semua berhasil melewati tangga batu-batu itu.

Tapi kemudian...

“ADUH!”

Sambat-sambatan pun bersahut-sahutan. Yak, jalanan yang kami lewati tak semulus paha cherrybelle.

Sebelah kiri kami langsung tanjakan menurun yang sangat terjal. Sedang sebelah kanan adalah tanah tanjakan naik. Ya intinya posisi kami lagi miring 45 derajat gitu dah. Dan jalan setapaknya ini dipaksakan datar diantara kemiringan itu.

Ditambah dengan tanah yang becek dan tumbuhan liar yang kadang menutupi jalan, lengkap sudah petualangan menjelajahi hutan ini.

Sesekali kami berhenti, sembari menunggu Mbak Hutami menuruni jalanan yang ekstrim, dan kadang juga kami sendiri kesusahan dalam menapaki jalan-jalan itu. FYI, Mbak Hutami ini bobotnya juga ekstrim. Jadi suatu kehebatan tersendirilah ketika melihat Mbak Hutami berjuang menaklukkan medan-medan berat.

Bima yang berada di depan selalu stand by juga buat ngulurin tangan kalo butuh bantuan. Sedang Mas Gimon selalu di belakang untuk memastikan semua aman-aman saja.

Well, perjuangan Mbak Hutami memang tidak mudah. Dan ditambah sepanjang perjalanan, jalan setapaknya juga sering PHP. Kadang terjal, kadang datar, kadang naik, kadang turun, dan seringkali membuat kami berpikir kalo pantai udah dekat. Dan dekat sih dekat sama pantai, tapi itu di bawah banget, dan itu bukan Teluk Hijau yang kami tuju.


--foto dari kamera Ayip: salah satu pemandangan yang bisa dilihat dari samping, kalo jatuh bisa langsung ke pantai beroooh....--

Kira-kira perjalanan di hutan bukit ini hampir sejam kali ya. Pokoknya luama beuds deuh.

Dan akhirnya, suara ombak membesar, ada aliran sungai yang terlewati... dan ternyata kami sampai!

Tapi...

Jumat, 08 Maret 2013

“Misi Menapaki Teluk Hijau” Chapter VI : The Adventure Begins


Oke. Semalam kita udah ngomongin soal Goa Jepang dan pantai tengah malam. Jadi langsung aja loncat ke pagi. *kucek-kucek mata*

“Hoaahh...” aku baru bangun, dan ternyata seisi pos penjagaan sudah ribet sana-sini nyiapin sarapan dan packing dikit buat berangkat ke Teluk Hijau. Mandor, Kikik dan divisi perdapuran sudah menyiapkan mie, nasi, dan sarden buat sarapan. Yah, 11 12 sama menu semalem lah. Yang jelas paginya kami sarapan dan bersiap buat berangkat!



Aku, seperti biasa jadi juru dokumentasi. Tapi buat kali ini aku gak mau ambil ribet. Pokoknya yang ada di deketku ya itu yang sering masuk kamera, hehe.

Jadi kami dibagi kelompok-kelompok kecil sebelum berangkat. Tapi kayaknya pembagian ini gak mempan buat Jemblunk dan Kikik yang sebenernya udah diatur jadi satu kelompok *ups*

Oke, misi perjodohan gagal. Wes pokoke budal lah.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, nek gak salah.

Kami pun berangkat membentuk barisan. Awalnya sih rapi, tapi lama-lama barisannya pecah juga.



Di jalan kami menjumpai jalanan becek dengan kolam lokal, lagi. Selain itu sebelum menempuh jalanan hutan, kami harus melewati perkampungan warga dulu. Kanan kiri kami lihat warga yang sudah sibuk dengan aktivitas pagi hari. Tak jarang ada juga anak-anak sekolah yang siap berangkat menuju SD yang ada di kampung itu.

“Kayaknya kita kalo KKN ya di tempat kayak gini ini ya.” ujarku yang kemudian diamini Ayip, yang kebetulan jadi rekan sekelompokku.

Di depan aku lihat ada bukit besar membentang. “Kayaknya mesti ngelewatin bukit ini dulu deh” gumamku dalam hati. Dan benar saja, kami berjalan terus, dan nggak kerasa sampai di kaki bukit yang kemudian jalannya jadi naik turun dari sini.

Well, kalo mbaca dari tulisan ini kayaknya nggak begitu jauh ya. Tapi kalo kamu jalanin sendiri, weh, sumpah, JAUH. Disaranin pakek sepatu yang tahan pelesetan dan anti batu grunjalan.

Akhirnya seperempat perjalanan, kami sudah lumayan berkeringat.

Kami sampai di persimpangan Goa Jepang, Habitat Rafflesia dan jalan ke Teluk Hijau.

Well, kami nyempetin foto-foto dikit sambil nungguin barisan belakang. Dan setelah mbak Hutami dkk nyampek persimpangan, kami lanjut mengambil jalan ke Teluk Hijau.

Selama perjalanan, sesekali aku melihat kanan-kiri. Yang paling aku suka adalah ketika melihat sebelah bukit yang langsung bisa kelihatan pantai yang semalam aku jamah dengan Bima dan Elsa. Rasanya masih pengen semalam lagi duduk di pantai itu dan menikmati suara ombaknya. Hehe.

Okey, jadi kami jalan, jalan, jalan, berhenti! Kami sampai di...istilahnya sih, ‘entrance’ sebelum ke jalan hutan-hutan.

Ada tangga buatan dari batu, di hadapan kami. Well, di sini keringat kami sudah lumayan sih. Dan ini belum sampai setengah perjalanan. Mungkin 7/21 kali yak.

Kami rehat sebentar, dan sambil nungguin barisan belakang juga.

Selang beberapa menit, akhirnya beberapa dari kami memutuskan untuk berangkat duluan. Sampai akhirnya yang tersisa tinggal aku, Bima dan Elsa lagi yang angkatan 2011. Dan akhirnya kami bergabung dengan tim Mas Gimon, Mas Eces, Mbak Hutami, dan Makrom.

Setelah tenaga kami sudah 8/10 pulih, kami akhirnya memberangkatkan diri menuju tangga bebatuan yang kami percayai sudah dekat dengan Teluk Hijau itu.

“Misi Menapaki Teluk Hijau” Chapter V : Goa Jepang


Goa Jepang, adalah salah satu objek wisata tersembunyi yang bisa dijumpai di tengah perjalanan ke Teluk Hijau. Dan gak tau kenapa pas aku, Bima, dan Elsa kembali ke pos penjagaan dengan selamat, Goa Jepang ini lagi jadi trending topic guyonannya temen-temen. Dan itu membuatku sedikit penasaran tentang goa ini.

Well, meskipun begitu, pas kita ngelewatin persimpangan antara Goa Jepang dan jalan ke Teluk Hijau, kami milih skip dan lanjut ke jalan Teluk Hijau.

Jadi ceritanya aku, Bima, dan Elsa sampai di pos jam setengah satu malam. Di situ semuanya masih banyak yang belum tidur. Malahan Mandor, Jemblunk, Tatit, Mas Gimon, Kang Uman, Banjer, Makrom, dan 
Kecenk masih main kartu di teras dan ruang tengah. Dan kontan saja aku dan Bima yang baru datang langsung disoraki... gay. Oh, meen.

No offense, by the way.

But I’m not a gay -_-



Anyway, aku males mikirin macem-macem soal goa Jepang. Jadi aku langsung aja tidur. Meskipun sempet juga kebangun gara-gara guyonannya temen-temen, dan posisi tidur yang lucu oleh Ayip dan Dianto, hahahaha.

Sayangnya yang motret posisi tidur absurd itu bukan aku. Pfft.

Rehat + Ralat

Sorry, kemarin postingnya baru sampai hari pertama Commcamp Jilid dua, hehe.

Pegel beroh ngetik sampek lebih dari 2.500 kata, belum upload dan ngecapture gambar dari video
*curcol



Oke, jadi hari ini kayaknya aku bakal posting cerita hari kedua Commcamp. Dan ada ralat sih soal penjudulan. Jadi yang seri kemarin pake judul "Misi Menaklukkan Kawah Ijen" aku judulin ulang jadi "Hari Keberangkatan" dengan dua chapter, dan "Misi Menapaki Teluk Hijau" yang masih beberapa chapter lagi, hehe.

yawes,
Stay tune berooh ~

Hambar.


Sore ini aku habiskan dengan mengetik cerita tentang Commcamp jilid dua yang sudah berlalu sejak tanggal 20 Februari Kemarin. Rasanya, aku kembali bersemangat, seperti ketika mau berangkat ngecamp saat itu. Hehe.

Tapi ada sedikit yang hambar.

Ya, aku menulis cerita tentang Commcamp ini pada hari ini, Jumat 8 Maret 2013, tepat setelah beberapa hari lalu aku ada masalah kecil di kampus yang membuatku ada di rumahku hari ini.

Well, harusnya aku menulis kisah Commcamp ini dari dulu, tanpa harus berselang beberapa minggu.

Sekarang rasanya aku hanya sedang mencoba memeras ingatan. Dan sekenanya mencoba menghidupkan kembali cerita yang berkesan itu.

Satu-satunya yang masih sangat menempel di otakku adalah malam ketika aku, Bima, dan Elsa, duduk dihadapan ombak yang berderu keras, dan saat itu juga rasanya nyawaku ikut melayang ke hamparan lautan. Di situ, aku menemukan damai yang aku cari.

Tapi ya apa boleh buat, waktu dan angin tidak bersahabat. Aku harus segera pergi tengah malam itu sebelum ombak dan kegelapan menelanku.

Suatu saat aku ingin menemukan kembali kedamaian itu.

Suatu saat nanti.